Adnan Rico Saputra
1402055161
All The
President’s Men
Sutradara
|
Alan J. Pakula
|
Produser
|
Walter Coblenz
|
Pemeran Utama
|
|
Tanggal rilis
|
Film ini bermula dari kasus
spionase, pencurian, dan penyadapan di salah satu markas milik Partai Nasional
Demokrat, Watergate. Kemudian dua orang jurnalis The Washington Post mencoba
untuk menguak kasus yang mereka anggap penuh konspirasi. Dua jurnalis tersebut yakni
Bob Woodwart (Robert
Redford) dan
Carl Bernstein (Dustin
Hoffman).
Ketika Woodward berusaha mengumpulkan informasi terkait
penyusupan ini, Ia mendapati fakta bahwa kelima orang penyusup itu memiliki
pengacara yang secara khusus mereka sewa. Woodward juga mengetahui bahwa salah
satu dari penyusup itu James Mc.
Cord adalah mantan anggota Central
Intelligence Agency (CIA), dan memiliki kaitan dengan Charles Colson,
penasihat khusus Presiden Nixon.
Melalui investigasi yang melelahkan, serta bantuan dari
sumber anonim bernama “Deep Throat”, Bernstein dan Woodward berhasil menemukan
kaitan antara dana yang para penyusup gunakan dengan Committee to Re-elect the President (CREEP). Mereka berdua juga
berhasil menemukan kaitan antara dana ini dengan Kepala Staff White House, yang
pada saat itu dijabat oleh H.R. Halderman.
Woodwart dimintai “Deep
Throat” untuk menelusuri uang sejumlah $25.000 yang mengalir dari Komite
Pemenangan Kembali (CREEP) Presiden Richard Nixon ke salah satu pelaku skandal
Watergate. Lalu, penelusuran pun dimulai. Woodwart dan Berstein mengalami masa
yang amat melelahkan. Mereka mewawancara puluhan orang yang bekerja di bagian
keuangan pemerintahan untuk mengetahui aliran dana sebesar $25.000 tersebut.
Mereka melakukannya Door to door.
Ternyata dana itu digunakan untuk kegiatan spionase dalam kasus Watergate.
Selidik punya selidik, orang-orang Nixon mencoba menyabotase kampanye politik
pesaingnya dari Partai Nasional Demokrat.
Walau sempat pemberitaan
ini ditolak oleh Ben Bradlee Executive
Editor di The Washington Post karena data-data
yang dihimpun masih dangkal. Isinya kering dan hanya menyangkut kulit luar dari
kasus itu tetapi mereka berdua tidak menyerah dan pemberitaan
tentang skandal Watergate tersiarkan juga. Gedung Putih gempar. Aksi dari dua
wartawan ini menyeret beberapa nama penting di pemerintahan. Mulailah terkuak
konspirasi pejabat tinggi Gedung Putih dalam kasus Watergate.
Berita demi berita makin
menyulitkan beberapa pejabat Gedung Putih untuk menutupi skandal Watergate.
Nama-nama yang Woodwart dan Berstein ungkap dalam tulisan mereka perlahan mulai
terseret ke meja hijau.
Akhirnya, dalam gelar
perkara pengadilan, nama-nama yang diungkap Woodwart dan Bernstein dalam
skandal kasus Watergate dinyatakan bersalah. Dalam salah satu bukti, Richard
Nixon terlibat. Ia nyatanya menyetujui kegiatan spionase dalam kasus Watergate.
Pemerintahan Nixon ambruk, kekuatannya melemah. Pada 9 Agustus 1974, Richard
Nixon menyatakan mengundurkan diri sebagai presiden dan digantikan oleh Gerald
Ford.
Dalam film ini, saya amat terkesan oleh semua
praktek jurnalistik yang dilakoni dua wartawan tersebut.
- Wawancara
Ada beberapa bagian yang menampilkan kepiawaian dua
wartawan ini dalam mengorek informasi dari narasumber. Pada awal film, Berstein
tak hanya menjadi sosok wartawan, tapi menjelma menjadi seorang perayu wanita.
Kata-kata pujian seperti “cantik” terlontar dari mulut Berstein kepada wanita
yang hendak ia wawancara. Sehingga, suasana yang dibangun antara narasumber dan
wartawan teramat cair. Narasumber pun senantiasa memberikan informasi tanpa
kesan menutupi.
Proses
wawancara pada tingkat yang lebih sulit pun menghadang dua wartawan ini. Dalam
salah satu scene, Woodwart dimintai
Deep Throat untuk menelusuri uang sejumlah $25.000 yang mengalir dari Komite
Pemenangan Kembali Presiden Richard Nixon ke salah satu pelaku skandal
Watergate. Lalu, penelusuran pun dimulai. Woodwart dan Berstein mengalami masa
yang amat melelahkan. Mereka mewawancara puluhan orang yang bekerja di bagian
keuangan pemerintahan untuk mengetahui aliran dana sebesar $25.000 tersebut.
Mereka melakukannya Door to door.
Putus asa hampir menghinggapi perasaan dua orang ini, tapi wawancara demi
wawancara terus mereka lakukan. Akhirnya, mereka menemukan orang yang bersedia
mengungkap untuk apa aliran dana tersebut. Ternyata dana itu digunakan untuk
kegiatan spionase dalam kasus Watergate. Bayangkan, untuk mengetahui sebuah
aliran dana saja, mereka berdua mesti mewancara puluhan orang bahkan sampai
larut malam.
- Pengumpulan Data
Pada
sebuah pemberitaan, hasil akan lebih akurat jika data tertulis didapatkan.
Namun, data tersebut lebih sulit didapat ketimbang wawancara. Saya teringat
kisah peliputan Karni Ilyas dalam buku “40 Tahun Jadi Wartawan”. Dalam sebuah
liputan perkara di pengadilan, wartawan dengan suara khas mirip Doraemon itu
belum puas jika hanya wawancara, sampai-sampai surat tuduhan jaksa dan Berita
Acara Perkara (BAP) mesti pula ia dapatkan. Hal itu dilakukan untuk kelengkapan
dan keakuratan isi berita.
Bagaimana
dengan Woodwart dan Berstein? Segera setelah
wawancara tidak menuai hasil, Woodwart dan Berstein mencari data
tertulis. Sangat unik dan profesional, tidak hanya orang yang terlibat, bahkan
hubungan antara narasumber primer dan sekunder juga dicari datanya. Semisal
riwayat kampanye politik, daftar peminjaman buku perpustakaan, ratusan daftar
pegawai yang bekerja di bagian keuangan negara, data transfer uang dari bank,
sampai riwayat panggilan telefon tak luput dari selidik dua wartawan ini.
Walhasil, berita yang disajikan tidak kering, namun padat informasi dan kaya
akan data.
Ada
lagi hal istimewa yang dilakukan salah seorang wartawan Washington Post ini.
Jangan kira dengan bersikap jujur dan polos akan gampang-gampang saja mendapat
data tertulis, terlebih jika data itu disimpan oleh pejabat tinggi pemerintah.
Dalam salah satu bagian film, Bernstein dibuat gusar karena tak kunjung
dipertemukan dengan seseorang yang memegang bukti transfer uang $25.000 itu,
padahal ia telah membuat janji pertemuan. Ia dibiarkan menunggu di Lobi Kantor
oleh receptionist, Bernstein
ditelantarkan selama kurang lebih enam jam. Dengan kecerdikan dan keberanian
Berstein, ia berhasil mengelabuhi resepsionis dengan cara berbohong. Akhirnya
Bernstein dapat bertemu dengan orang yang memegang bukti transfer tersebut.
Hal
demikian sah-sah saja. Dalam buku “9 Elemen Jurnalisme” karangan Andreas
Harsono, hal tersebut boleh jadi dilakukan. Untuk memperoleh data atau bukti
primer sebuah kasus, seorang wartawan sah-sah saja berbohong bahkan menyamar.
Jika tidak demikian, data tidak akan didapat dan kasus tak akan terbongkar.
Terlebih lagi, resepsionis tersebut telah menghalang-halangi dan menghambat
kerja wartawan dibawahan tekanan deadline.
Maka, saya lebih sepakat Bernstein tidak berbohong, melainkan cerdik mengatasi
permasalahan. Jika tidak demikian, data paling penting dari kasus Watergate
teramat sukar diperoleh.
- Penulisan Berita dan Dinamika Ruang Redaksi
Ada kaitannya antara film
ini dengan kiprah wartawan pemula, terlebih lagi ia adalah pegiat pers
mahasiswa. Secara pengalaman – menurut pimpinan The Washington Post – Bob
Woodwart belumlah layak untuk meliput kasus setingkat skandal Watergate.
Setelah bersitegang, barulah Woodwart diizinkan.
Ada salah satu bagian
diawal film yang menyinggung soal dinamika keredaksian. Woodwart mengumpulkan
hasil liputannya. Namun, tulisan Woodwart dikoreksi oleh Bernstein yang lebih
senior berkiprah sebagai jurnalis. Mereka berdua berdebat soal kualitas
tulisan. Bernstein menganggap tulisan Woodwart tentang Watergate tidak
mempunyai titik fokus. Lead yang ditulis Woordwart tidak menentukan arah
tulisan dan kejelasan orang yang terlibat.
Sebagai seorang wartawan,
terlebih pegiat pers mahasiswa, kredibilitas seorang wartawan dipertaruhkan
dalam tulisan. Maka koreksi dari teman sesama wartawan sangat penting sebelum
disiarkan ke khalayak. Masyarakat akan bisa menilai kualitas wartawan bahkan
juga media tempat ia bernaung. Jika saja tulisan yang dibuat kacau, bisa jadi
seorang wartawan akan berperkara di Dewan Pers dan citra media yang
bersangkutan akan memburuk. Namun, apabila sebuah tulisan dapat dipahami
maksud, arah, dan substansinya, reputasi wartawan dan media yang bersangkutan
juga meningkat. Maka, aturan mengenai penulisan teras berita, tubuh berita,
struktur kalimat, EYD, dan lain-lain mesti diperhatikan betul-betul jika tak ingin
bersinggungan dengan keredaksian dan publik tentunya. Koreksi dari redaksi sih biasa, namun judgement dari
masyarakat yang cukup menyakitkan.
- Klarifikasi dan Follow up Berita.
Jika seorang wartawan
menulis berita tanpa klarifikasi, berarti itu wartawan gila. Woodwart dan
Bernstein tidak gila tentunya. Tahapan setelah mendapat data yakni klarifikasi.
Woodwart dan Bernstein sangat ketat dalam klarifikasi. Mereka hampir tidak
menerbitkan beritanya karena sulit mendapatkan klarifikasi. Padahal tekanan deadline
dan redaktur begitu terasa. Sia-sia rasanya jika puluhan data bahkan ratusan
data telah dihimpun namun ketika hendak menulisnya tidak mendapatkan
klarifikasi. Mending tidak usah jadi menulisnya daripada dikutuk massa karena
menulis berita yang berat sebelah. Berita yang kita tulis akan menjadi sumber
fitnah dan sudah terjerat pelanggaran pidanan. Maka berhati-hatilah!
Bernstein
dan Woodwart juga serius dengan perkembangan infomasi terkait Watergate. Berita
yang baik tentunya tak mencakup kulit luar, tapi mendalam dan terus diikuti
perkembangannya, inilah follow up.
Jika tidak demikian, tak mungkin dua wartawan ini dianugrahi penghargaan
Putlizer. Betapa tidak, berita yang ditulis dua wartawan ini mengungkap pelaku
kriminal yang melibatkan pejabat tinggi pemerintah, sampai tuntas, berakhir di
pengadilan, dan Nixon menyerah.