Selasa, 02 Juni 2015

Novia Rizky Dinda Andriani
1402055077



 Setidaknya delapan bocah meninggal di kolam bekas tambang di Samarinda, Kalimantan Timur hingga saat ini. Korban terakhir bernama Nadia Tazkia Putri  di RT 43 Kelurahan Rawa Makmur, Palaran. Bocah berusia 10 tahun ini meninggal tenggelam saat berenang di bekas galian tambang di kawasan Palaran Samarinda, Kaltim, pada bulan lalu.
Namun hingga kini lubang maut tersebut tetap menganga, menunggu nyawa selanjutnya, tanpa tanda bahaya sedikitpun. Lokasi lubang yang menganga berisi airdengan seluas sekitar 15 X 20 meter tersebut hanya berjarak puluhan meter dari permukiman warga. Bila dicermati, kolam tampak dangkal dari kejauhan. Namun menurut warga, bagian terdalam kolam tersebut mencapai lebih dari 7 meter.
Sepanjang pinggir kolam masih terlihat jelas bekas kerukan eskavator dan singkapan-singkapan batubara yang belum dikeruk. Dan hanya berjarak 20an meter dari lubang maut atau tepat di pinggir jalan raya, tumpukan batu bara yang sudah digali dibiarkan teronggok begitu saja.
Basuki Rahmat, Ketua RT 48 Kelurahan Rawa Makmur mengatakan, sejak awal lubang tersebut akan ditambang memang sudah mendapat penolakan dari warga. Lokasi tambang sebelumnya adalah kebun buah milik warga.
Hanya saja, Pemkot Samarinda melalui pihak Kelurahan Rawa Makmur sebagai perpanjangan tangan  pemerintah terlihat memang abai. Dan memang apa yang dikhawatirkan warga pun terbukti. Selain sudah merenggut nyawa, intensitas banjir di daerah RT 48 yang berada tak jauh dari lubang semakin tinggi.
Bukan hanya akfititas pengerukan yang mendapat penolakan dari warga, aktifitas pengangkutan batu bara (hauling) yang melalui beberapa RT di kelurahan tersebut juga sempat dihentikan. Namun karena ada kompensasi “uang debu” kepada beberapa warga hauling akhirnya diijinkan. Dikatakannya, pengumpulan batu bara dilakukan dengan memasukkan batu bara ke dalam karung – karung untuk selanjutnya diangkut menggunakan peti kemas. “Jadi sebetulnya masyarakat itu nggak setuju,” kata Basuki.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim berencana akan mengambil upaya hukum, atas kejadian tersebut.”Kalau keluarga menempuh jalur hukum, Jatam siap mendampingi. Perusahaan dan Pemkot Samarinda harus bertanggungjawab atas kelalaiannya yang sudah kesekian kali,” kata Merah Johansyah, Dimisiator Jatam.
Sementara itu, Wakil Walikota Samarinda Nusyirwan Ismail ketika dikonfirmasi mengatakan, dikarenakan sudah ada korban jiwa maka ini sudah menjadi ranah para penegak hukum.
“Karena menyangkut kecelakaan dan memakan korban maka yang terbaik adalah penyelidikan kepolisian,” kata Nusyirwan.
Penjelasan terkait kinerja penambang, menurut Nusyirwan akan lebih jelas pada Dinas Pertambangan Samarinda. “Apakah lubang ini reklamasi yang tidak dilakukan, apakah area ini masih aktif tambang. Kalau area aktif tambang apakah ada rambu – rambu sehingga warga yang melanggar kesitu, atau bagaimana pemkot tidak bisa lagi.  Pemkot harus ada penelitian yang lebih objektif, tepatnya adalah penyelidikan kepolisian,” kata Nusyirwan.
Jatam berpendapat, Walikota dan Distamben Kota Samarinda dapat diterapkan Pasal 359 Kitab UndangUndang Hukum Pidana dan Pasal 112 UUPPLH.  Sebab unsur “barang siapa“, “karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain” yang tercantum dalam Pasal 359 KUHP maupun Pasal 112 UUPPLH “Setiap pejabat berwenang“, “tidak melakukan pengawasan“, “terhadap ketaatan penanggung jawab usaha” atau “kegiatan terhadap peraturan perundangundangan dan izin lingkungan“, “mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan”, “mengakibatkan hilangnya nyawa manusia” telah terpenuhi. “Perusahaan tambang dan Pemkot Samarinda harus bertanggungjawab,” kata Merah Johansyah


Analisis :
Berdasarkan berita diatas,kita telah mengetahui bahwa ada sekitar 8 anak kecil yang tewas diakibatkan bekas kubangan tambang tersebut. Bahkan sejak awal dimulainya proyek pertambangan didaerah tersebut sudah mendapatkan protes yang cukup besar dari warga setempat. Dikarenakan lokasi pertambangan itu hanya berjarak sekitar puluhan meter dari pemukiman warga.
Pihak perusahaan harusnya bisa menyelesaikan masalah ini dengan warga setempat,mengingat banyaknya nyawa yang sudah melayang akibat bekas aktivitas tambang tersebut. Selain itu,banjir dengan intensitas tinggi juga melanda kawasan tersebut karena kubangan tersebut.
Selain pihak perusahaan,kasus ini sebenarnya sudah merupakan tanggung jawab pemerintah juga,karena pejabat pemerintah ikut terlibat dalam penyetujuan proyek tsb. Melihat sudah banyaknya nyawa yang melayang,sebenarnya tidak ada alasan pemerintah untuk tetap berdiam. Sudah seharusnya untuk mengambil jalur hukum. Dan hal itupun ditegaskan oleh wakil  walikota samarinda,Nusyirwan.
Sementara itu,dari pihak warga sendiri tetap meminta pertanggung jawaban dari pihak perusahaan dan pemkot,agar masalah ini cepat selesai dan menemukan solusi yang tepat.