Nama : Poltak Rizki
NIM : 1402055085
Masih
ingat kisruh di Fakultas Kehutanan (Fahutan), Universitas Mulawarman (Unmul)
tahun lalu. Masalah yang bergulir ke ranah hukum itu, kini menuai titik terang.
Bahkan, selain Fahutan, ternyata Fakultas Pertanian (Faperta) Unmul juga diusut
kejaksaan.
Kasus
di Faperta terkait dana penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Hanya, Kejaksaan
Negeri (Kejari) belum bersedia membeberkan perkara karena alasan kepentingan
penyidikan.
Mengenai
kasus Fahutan, Kejari telah menetapkan seorang tersangka berinisial CDB. Pria
tersebut diduga menyalahgunakan dana abadi Fahutan sebesar Rp 800 juta pada
kurun 2009-2012.
“Kami
sudah mengantongi modus operandi dari perkara ini,” terang Humas Kejari
Samarinda, Hamzah Ponong kemarin (25/3).
Seperti
diketahui, kasus tersebut dilaporkan Dekan Fahutan Abu Bakar Lahjie tahun lalu
ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim. Kemudian prosesnya dilimpahkan ke Kejari
Samarinda.
Hamzah
menyebut, Dana abadi tersebut bersumber dari dua perusahaan yang meminta jasa
Fahutan melakukan survei atau penelitian. Sebanyak 11 orang diperiksa sebagai
saksi dalam kasus tersebut.
“Tanggal
31 Maret, kami akan ekspose kasus-kasus tunggakan. Saya kan baru di sini.
Ekspose di internal kami dulu,” terang Abdul Muis, kasi Tindak Pidana Khusus
Kejari Samarinda. Muis diketahui resmi menggantikan Sutrisno Margi Utomo pada 4
Maret lalu.
Dari
sangkaan terhadap CDB, lanjut Hamzah, motif perkara terbilang sederhana.
Fahutan mendapatkan bantuan berupa dana riset atau penelitian dari pihak ketiga
sebesar Rp 2 miliar.
Nah,
seiring perubahan status Unmul menjadi badan layanan umum (BLU), maka dana
semacam itu harus melalui rektorat dan disimpan di rekening unversitas.
Selanjutnya,
setiap fakultas yang ingin menggunakannya harus mengajukan proposal. Tapi yang
terjadi adalah, dana kategori PNBP itu malah disimpan di rekening pribadi.
Bukan melalui rektorat sebagaimana ketentuan terkait BLU.
Dana
tersebut bersumber dari PT Turbaindo dan PT Berau Coal. Karena status dana
PNBP, maka bila terjadi penyimpangan akan menjadi kerugian keuangan negara.
Mantan
Dekan Fahutan Unmul Chandra Dewana Boer pernah menjelaskan, prihal dugaan
penyalahgunaan keuangan itu. Ia mengaku telah menyerahkan laporan keuangan
fakultas ketika serah terima jabatan dengan Abu Bakar.
“Memang
ada proyek yang berjalan, saat kepemimpinan saya. Tapi saya tidak terlibat
proyek itu,” tegas Chandra di Laboratorium Ekologi Satwaliar dan Biodiversity,
Fahutan, 5 Maret 2014.
Mengenai
mobil yang dituduh dibeli Chandra dari fee proyek untuk kemudian dipakai
fakultas? Menurutnya, mobil tersebut tidak masuk laporan Abu Bakar ke kejati,
namun menjadi perbincangan civitas akademika Fahutan.
Sumber
uang membeli kendaraan merek Ford itu adalah dana abadi fakultas dan uang
bersama fakultas.
Dikatakan,
ketimbang dana abadi dipinjam dosen Fahutan tapi tak dikembalikan, dia
menginisiasi dibelikan mobil. Waktu itu jumlah dana abadi Rp 300 juta. Buku
Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) telah diserahkan kepada Abu Bakar.
“Karena
kurang untuk membeli mobil, saya carikan dana tambahan dari proyek. Tapi, bukan
dari uang negara,” tegasnya
Analisis:
Dalam
kasus dugaan korupsi mantan Dekan Fahutan Unmul, CDB ini Kaltim Post yang memberitakan
kasus ini terkesan hanya menerka-nerka apa yang sebenarnya dilakukan oleh CDB.
Kaltim Post hanya mencantumkan opini narasumber tanpa melakukan wawancara ke
lebih banyak orang yang berhubungan dengan kasus ini. Narasumber hanya sebagian
kecil orang, dan itu pun dari pihak yang berwajib, bukan pihak internal yang
lebih tahu. Sehingga kebenaran dari berita sangat meragukan.
Kaltim
Post juga tidak melakukan verifikasi terhadap Dekan Fahutan yang menjabat, Abu
Bakar Lahjie, yang menggunakan mobil yang kabarnya dibeli menggunakan dana
abadi Fakultas, sebelum mengeluarkan berita ini. Sehingga terlihat bahwa media
memojokkan CDB, yang mengeluarkan statement
bahwa Ia menggunakan dana pribadi serta dana tambahan dari proyek, buka
dari uang negara seperti yang diberitakan, untuk pembelian mobil tersebut.
Hal-hal
diatas membuat berita ini tidak konkret, karena menampilkan dua pernyataan yang
berbeda dari narasumber yang membuat pembaca menjadi bingung dan menebak-nebak
siapa yang benar dan siapa yang bersalah tanpa ada bukti menjanjikan yang
diberikan oleh Kaltim Post.
Pemberitaan ini juga
memberikan citra bahwa dengan mudahnya seorang pejabat di dunia pedidikan
melakukan penyelewengan yang membuat Fakultas serta Universitas terkesan tidak tegas dalam melakukan
pengawasan dan pemberian sangsi kepada mafia-mafia yang ada di lingkungang
Unmul.