Jumat, 05 Juni 2015




Nama : Debora Irene Simatupang
NIM : 1402055093




Analisa Berita : berita online rabu, 25 februari 2015 korban lubang tambang dan gusdurian

What :     Korban tenggelam  di lubang bekas tambang dan kunjungan Alissa Wahid putri Gusdur kerumah korban.
Who :     Alissa Wahid (putri Gusdur), Rahmawati dan Misransyah (orang tua dari Muhmmad Raihan Saputra anak korban tenggelam dibekas lubang tambang), Perusahaan batubara PT GBE (Graha Benua Etam )
When  :     21/02/2015 siang, Alissa Wahid putri Gusdur berkunjung ke rumah korban.
    22/12/2014, pukul 14.00 Wita korban tenggelam , pukul 17.37 Wita Korban di temukan.

Where :     Rumah korban (saat dikunjungi Alissa Wahid), dibelakang rumah warga yang jaraknya hanya 50 meter ada lubang bekas tambang yang besar dan dalam ( tempat korban tenggelam).

Why    :    Raihan tercebur di lubang bekas pertambangan dan Rahmawati sempat mendatangi kantor perusahaan PT. GBE seorang diri untuk menuntuk keadilan anaknya yang meninggal dilubang bekas tambang. Pihak perusahaan menyambut kedatangan ibu rahma nada sinis.

How     :     Akibat lubang bekas tambang itu menyebabkan meninggalnya Raihan Saputra Rahma melakukan beberapa cara untuk mencari keadilan, dari surat terbuka yang dilayangkan kepada Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup ( KLH ) sampai ke Petisi yang sudah di tandatangi hampir 10 ribu orang di www.change.org dan Rahma ingin sekali bertemu langsung dengan Menteri terkait untuk menyampaikan kasus raihan putra kesayangannya yang tewas di lubang bekas tambang dan Gusdurian Kaltim yang di koordinatori oleh Alissa Wahid (putri Gusdur) mengunjungi rumah korban.

DESKRIPSI AWAL

Berawal dari lobang bekas tambang batu bara PT. Graha Banua Etam di Sempaja Utara, Samarinda yang dibiarkan berlubang besar menjadi sebuah kola. Kolam bekas tambang ini menyebabkan banyak kasus tenggelamnya anak kecil di lokasi bekas tambang batu bara. Salah satu korban tenggelam ini adalah seorang anak bernama Muhammad Raihan Saputra, ia meninggal pada senin 22/12/2014, di kolam tersebut.
     Theresia Jari salah satu Aktivis Jaringan Tambang (JATAM) Kalimantan mengatakan bahwa, “Muhammad Raihan Saputra adalah korban kesembilan yang tewas di kolam bekas tambang di Samarinda sejak 2011, korban yang tewas di kolam ite tersebut  terjadi sejak 13 Juli 2011 dan seluruhnya anak kecil”.
Menurut cerita Rahmawati (Ibu Raihan), ia sempat mendatangi kantor perusahaan PT. GBE seorang diri untuk menuntuk keadilan anaknya yang meninggal dilubang bekas tambang namun pihak perusahaan menyambut kedatangan ibu rahma nada sinis. Padahal ia datang kesana untuk menuntut keadilan anaknya bukan meminta uang ke perusahaan. Rahmawati tidak berhenti, ia melakukan beberapa cara untuk mencari keadilan, dari surat terbuka yang dilayangkan kepada Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup ( KLH ) sampai ke Petisi yang sudah di tandatangi hampir 10 ribu orang di www.change.org dan ibu Rahma ingin sekali bertemu langsung dengan Menteri terkait untuk menyampaikan kasus raihan putra kesayangannya yang tewas di lubang bekas tambang.
Kasus ini menggerakkan Alissa Wahid putri sulung KH. Abdurahman Wahid yang biasa kita kenal dengan Gusdur dan kawan – kawan Gusdurian kaltim serta Jatam Kaltim mendatangi rumah Korban Raihan pada sabtu (21/2) siang, berniat membantu Rahmawati untuk mencari keadilan bagi anaknya.
Masalah yang Terjadi dan Argumentasi pada berita.
Masalah yang terjadi selain banyaknya korban meninggal adalah masalah Perizinan oleh  GBE ( Graha Benua Etam ) di samarinda. ?
Kota Samarinda dengan luasan 71.800 Ha, 71 persen dikapling –kapling oleh perusahaan tambang barubara. Perusahaan batubara PT GBE ( Graha Benua Etam ) terdaftar dengan nomor SK IUP: 545/267/HK-KS/V/2011 dan beroperasi dengan luasan 493,7 hektar sejak 18 Mei 2011 dan ijinnya akan berakhir 9 November 2015 tahun ini. PT. Graha Benua Eta mini adalah perusahaan yang diduga terlibat dalam kasus Gratifikasi kepada kepala Dinas Pertambangan Samarinda, GBE juga sering disebut dalam evaluasi bulanan tambang yang pernah digelar oleh pemkot tahun 2012-2013 sebangai perusahaan paling tidak taat, bahkan  pernah dihentikan sementara.
Selain lubang bekas tambang yang sangat dekat dengan pemukiman dan diduga melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup no. 4 Tahun 2012 tentang indicator Ramah Lingkungan untuk usaha dan Kegiatan Penambangan terbuka batubara yaitu jarak 500 meter tepi lubang galian dengan pemukiman, perusaahan ini juga melanggar pasal 19 – 21 Peraturan Pemerintah no. 78 Tahun 2010, yang menyebutkan bahwa paling lambat 30 hari kalender setelah tidak ada kegiatan tambang pada lahan terganggu wajib di reklamasi.
Lubang tambang yang ditinggalkan oleh PT. GBE itu pernah dicoba dilempar dengan tali sepanjang 30 meter, tapi belum menyentuh kedasarnya. Lubang yang diduga dengan kedalaman 40 meter itu juga digunakan warga untuk MCK, terlihat banyak pipa air yang di pasang dialam lubang bekas tambang PT GBE. Setelah kejadian itu perusahaan baru membatasi pinggir lubang dengan pagar seng.
Pembedahan Berita dengan Suatu Teori
    Menyelesakan masalah lubang-lubang bekas tabang batu bara seharusnya dapat di atasi, misalnya seperti kasus lubang tambang di Pasolo, Ratatotok, Minahasa Tenggara, ditutup polisi dengan cara diledakkan dan masyarakat memberikan apresiasi dengan ketegasan Kapolda Brigjen Pol Wilmar Marpaung. Jadi untuk mengatasi masalah ini, pemerintah harus turut menangani dengan menegaskan peraturan, kesadaran perusahan tambang, dan apresiasi masyarakat juga diperlukan untuk mencapai lingkungan yang baik.
    Mereka yang terbukti lalai bisa dikenakan Pasal 359 KUHP dan Pasal 112 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan Hidup. Pihak yang membiarkan lubang bekas galian tambang ditinggalkan selama bertahun-tahun bisa dianggap melanggar Pasal 19-21  Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang. Ketentuan itu menyebut paling lambat 30 hari setelah kegiatan tambang pada lahan terganggu wajib direklamasi.