Nama : Nauva Astarina
Nim : 1402055082
SUMMER-indah KU
Ibukotaku, tempat tinggalku, dan
rumahku. Siang teriknya matahari yang menyinari sepanjang jalan di setiap sudut
kota Samarinda. Debu mengepul beterbangan di mana-mana. Balutan masker yang di
gunakan setiap orang saat aku berada di lampu merah siang ini. Menunggu sebuah
antrian berlalu lintas. Tangan halus yang tiba-tiba menghampiriku, wajahnya
yang kusam dan kering kerontang mengemis iba di depanku. Dengan pakaian
seadanya dibawah teriknya matahari mereka mengamen dari jalan ke jalan. Sedikit
terlintas dibenakku perasaan iba, mengapa sampai sekarang mereka tak merdeka?
Demi sesuap nasi mereka lakukan di jalan yang panas ini. Mereka tak seharusnya
di sini, mereka seharusnya duduk dengan rapi dengan seragam merah putih menyimak
pelajaran.
Selembar rupiah aku berikan kepada
salah satu anak jalanan itu. Ucapan terima kasih yang ia balas padaku, perasaan
riang gembira yang keluar dari mulutnya memamerkan rupiah pada anak jalanan
lain. Kendaraanku melaju lagi, ketika lampu hijau menyala. Menyusuri jalan
membuatku tak bosan melihat sekeliling kota Samarinda ini. Sampah yang
berhamburan di mana-mana, debu yang mengepul di atas aspal yang begitu tebal,
tak ada udara segar yang kurasakan hanya pengap karena polusi yang mengganggu jalanku
siang ini.
Kendaraan yang kunaiki berhenti
disalah satu pasar tradisional yang ada di Samarinda, pasar Segiri. Ramaian
orang-orang yang sedang bertransaksi jual beli di sana. Suara pasar yang begitu
ramai, antara pedagang yang satu dengan yang lain. Aku berhenti pada salah satu
pedagang sayur untuk mengorek sedikit informasi tentang pasar ini. “saya dagang
di sini kurang lebih enam tahun mba, menurut saya apa pasar ini cukup ramai
dikunjungi orang karena selain lengkap harganya juga murah mba” ujar Jumriah
(39) pedagang sayur itu.
Ramaian konsumen yang ada di dalam
pasar ini membuatku sedikit merasa jenuh. Bau yang beraneka ragam kini sudah
mulai tercium jelas, membuatku tak bertahan lama berada di sini. Aku pun
melangkahkan kakiku untuk melanjutkan perjalanan. Waktu semakin berlalu, detik
demi detik perlahan berjalan, namun panas terik masih sangat terasa begitu
jelas di atas kepalaku. Keramaian kota Samarinda membuatku harus bersabar di
jalan pulan ini. Kemacetan yang tiada henti-hentinya disepanjang jalan.
Ada hasrat keinginan untuk
menelusuri kota Samarinda ini. Tak kala sebagai pendatang dan penghuni baru di
kota orang membuatku penasaran dengan sejuta cerita di Ibukota ini. Mungkin di
lain waktu aku bisa menyusurinya perlahan tentang kota Pesut ini, tidak pada
sekaligus hari ini. Ibukota, membuatku penasaran dengan isinya. Aku ingin
membuktikan apakah benar “Ibutiri tak
sejahat Ibukota ?”.
Singkat
ceritaku, karena aku harus banyak turun ke jalan untuk mencari informasi
seputar Samarindaku.