Kamis, 28 Mei 2015


Nama : Nauva Astarina
Nim : 1402055082



SUMMER-indah KU

            Ibukotaku, tempat tinggalku, dan rumahku. Siang teriknya matahari yang menyinari sepanjang jalan di setiap sudut kota Samarinda. Debu mengepul beterbangan di mana-mana. Balutan masker yang di gunakan setiap orang saat aku berada di lampu merah siang ini. Menunggu sebuah antrian berlalu lintas. Tangan halus yang tiba-tiba menghampiriku, wajahnya yang kusam dan kering kerontang mengemis iba di depanku. Dengan pakaian seadanya dibawah teriknya matahari mereka mengamen dari jalan ke jalan. Sedikit terlintas dibenakku perasaan iba, mengapa sampai sekarang mereka tak merdeka? Demi sesuap nasi mereka lakukan di jalan yang panas ini. Mereka tak seharusnya di sini, mereka seharusnya duduk dengan rapi dengan seragam merah putih menyimak pelajaran.
            Selembar rupiah aku berikan kepada salah satu anak jalanan itu. Ucapan terima kasih yang ia balas padaku, perasaan riang gembira yang keluar dari mulutnya memamerkan rupiah pada anak jalanan lain. Kendaraanku melaju lagi, ketika lampu hijau menyala. Menyusuri jalan membuatku tak bosan melihat sekeliling kota Samarinda ini. Sampah yang berhamburan di mana-mana, debu yang mengepul di atas aspal yang begitu tebal, tak ada udara segar yang kurasakan hanya pengap karena polusi yang mengganggu jalanku siang ini.
            Kendaraan yang kunaiki berhenti disalah satu pasar tradisional yang ada di Samarinda, pasar Segiri. Ramaian orang-orang yang sedang bertransaksi jual beli di sana. Suara pasar yang begitu ramai, antara pedagang yang satu dengan yang lain. Aku berhenti pada salah satu pedagang sayur untuk mengorek sedikit informasi tentang pasar ini. “saya dagang di sini kurang lebih enam tahun mba, menurut saya apa pasar ini cukup ramai dikunjungi orang karena selain lengkap harganya juga murah mba” ujar Jumriah (39) pedagang sayur itu.
            Ramaian konsumen yang ada di dalam pasar ini membuatku sedikit merasa jenuh. Bau yang beraneka ragam kini sudah mulai tercium jelas, membuatku tak bertahan lama berada di sini. Aku pun melangkahkan kakiku untuk melanjutkan perjalanan. Waktu semakin berlalu, detik demi detik perlahan berjalan, namun panas terik masih sangat terasa begitu jelas di atas kepalaku. Keramaian kota Samarinda membuatku harus bersabar di jalan pulan ini. Kemacetan yang tiada henti-hentinya disepanjang jalan.
            Ada hasrat keinginan untuk menelusuri kota Samarinda ini. Tak kala sebagai pendatang dan penghuni baru di kota orang membuatku penasaran dengan sejuta cerita di Ibukota ini. Mungkin di lain waktu aku bisa menyusurinya perlahan tentang kota Pesut ini, tidak pada sekaligus hari ini. Ibukota, membuatku penasaran dengan isinya. Aku ingin membuktikan apakah benar “Ibutiri tak sejahat Ibukota ?”.
Singkat ceritaku, karena aku harus banyak turun ke jalan untuk mencari informasi seputar Samarindaku.