Rabu, 03 Juni 2015



M.Luqman Hakim
1402055088



Analisis Kasus Tenggelamnya Anak di Bekas Lokasi Tambang
Menggunakan Konsep Hukum dan Etika Pers


Delapan bocah meninggal di kolam bekas tambang di Samarinda, Kalimantan Timur hingga saat ini. Namun hingga saat ini tidak ada tindak tanda peringatan agar tidak ada korban jiwa yang bertambah. Lubang yang berisi air dengan luas sekitar 15x20 meter tersebut berada di dekat wilayah pemukiman warga yang hanya berjarak puluhan meter. Lubang tersebut diperkirakan warga memiliki kedalam lebih dari 7 meter.

Lokasi tambang tersebut awalnya merupakan lokasi perkebunan buah milik warga. Namun Pemkot Samarinda melalui pihak Kelurahan Rawa Makmur sebagai perpanjangan tangan pemerintah dapat dibilang mengabaikan permasalah ini. Aksi penolakan warga pun menjadi sia-sia dan aktivitas tambang terus berlanjut. Efeknya selain merenggut nyawa, intensitas banjir di daerah RT 48 yang berada tak jauh dari lubang semakin tinggi.

Menurut Basuki Rahmat Ketua RT 48 Kelurahan Rawa Makmur mengatakan, bukan hanya aktifitas pengerukan yang mendapatkan penolakan dari warga, aktivitas pengangkutan (Hauling) juga sempat di berhentikan oleh warga. Namun karena ada kompensasi yang disebut “Uang Debu” kepada warga, hauling akhirnya diijinkan.

Jaringan Advokasi Kaltim (Jatam) berencana mengambil jalan hukum atas kejadian tersebut. Dari penelusuran Jatam Kaltim terlihat bahwa perusahaan ini tidak mengikuti teknik tambang seperti yang dimuat dalam keputusan menteri ESDM nomor 55/K/26/MPE/1995, diantaranya tidak memasang tanda peringatan di tepi lubang dan tidak ada pengawasan yang menyebabkan orang lain masuk ke dalam tambang.

Analisis Melalui Konsep Hukum
Pada berita ini dapat kita analisis melalui beberapa konsep hukum. Pertama adalah konsep hukum klasik. Pengertian konsep ini berdasarkan atas azaz keadilan yang dipercaya bernilai universal dan menjadi bagian inheren system hukum. Aliran hukum klasik melihat kejahatan adalah hasil dari perbuatan berdasarkan kebebasan moral. Beberapa ahli teori klasik menegaskan bahwa kejahatan merupakan kesalahan dan harus bertanggungjawab secara moral, untuk itu pelanggar harus menerima hukuman yang sesuai dengan nilai moral yang hidup di masyarakat sebagai suatu tindakan pembalasan atas tindakan kejahatan yang telah dilakukannya.

Dalam kasus ini penyebab kematian 8 orang disebabkan oleh lubang tambang yang tidak direklamasi milik perusahaan tambang bernama PT Energi Cahaya Industritama (ECI). Jika mengacu pada konsep ini maka PT ECI harus mempertanggung jawabkan secara moral apa yang telah diperbuat. Dan bentuk hukuman yang diberikan sesuai dengan nilai moral yang ada dalam masyarakat, seperti mendapatkan sanksi sosial berupa membayar denda dan lain-lain. Selain itu juga perlu adanya pertanggung jawaban moral dengan bentuk permintaan maaf kepada warga setempat.

Yang kedua adalah Hukum dengan norma-norma undang-undang positif yang berlaku umum in Abstracto pada suatu waktu tertentu dan di wilayah tertentu. Menurut hukum positivistik, hukum sama dengan norma-norma positif yaitu norma yang dibuat oleh badan legislasi yang dianggap sebagai hukum umum seperti undang-undang. Hukum menurut konsep ini adalah apa yang ada menurut undang-undang, bukan apa yang seharusnya ada dalam hukum. Jadi, hukum dalam konsep positivisme mengabaikan nilai-nilai kebenaran, moral, kesejahteraan, bahkan terkadang jauh dari kata keadilan.

Jika dilihat melalui konsep ini maka tuntutan dari pihak masyarakat dan Jatam Kaltim terhadap Pemkot Samarinda dan PT ECI sepenuhnya harus mengikuti dan menaati jalannya pengadilan dan hasil dari peradilan tersebut. Dalam kasus ini Jatam menuntut pertanggung jawaban PT ECI karena telah melanggar keputusan menteri ESDM nomor 55/K/26/MPE/1995.

Konsep ketiga ini merupakan seluruh keputusan hakim “in Concerto” sebagaimana yang tercipta dalam proses-proses pengadilan (judge made law). Keputusan hakim ini sering disebut Yurisprudensi. Yurisprudensi merupakan sumber hukum dalam arti formil yang didasarkan atas suatu kenyataan bahwa sering kali terjadi hakim memutuskan suatu perkara yang tidak langsung didasarkan atas suatu peraturan hukum atau undang-undang yang sudah ada.

Jika dilihat melalui konsep ini maka tuntutan dari pihak masyarakat dan Jatam Kaltim terhadap Pemkot Samarinda dan PT ECI sepenuhnya harus mengikuti keputusan dari Hakim sebagai pihak mediasi. Dari penjelasan diatas, kita tahu bahwa seorang hakim mempunyai hak untuk membuat atau menciptakan peraturan sendiri apabila di dalam undang-undang ataupun kebiasaan tidak memberi peraturan yang dapat dipakainya dalam memutuskan suatu perkara. Keputusan inilah yang disebut Yurisprudensi, dan jika dikemudian hari ada suatu perkara yang serupa, maka keputusan hakim ini atau yang terdahulu itu dapat dijadikan dasar keputusan yang sama pula oleh hakim lain terhadap suatu perkara atau masalah yang sama.

Analisis Melalui Konsep Etika Pers
Berdasarkan Wikipedia.org Etika Pers adalah filsafat di bidang moral pers, yaitu bidang yang mengenai kewajiban-kewajiban pers dan tentang apa yang merupakan pers yang baik dan pers yang buruk, pers yang benar dan pers yang salah, pers yang tepat dan pers yang tidak tepat. Etika pers juga adalah ilmu atau studi tentang peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku pers atau, dengan perkataan lain, etika pers berbicara tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers. Sumber etika pers adalah kesadaran moral yaitu pengetahuan tentang baik dan buruk, benar dan salah, tepat dan tidak tepat, bagi orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers.

Ada beberapa unsur penting Etika Pers, yang pertama adalah tanggung jawab. Seorang jurnalis yang terlibat dalam pers harus memunyai tanggung jawab atas dampak dari informasi yang disampaikan. Dalam berita ini saya rasa penulis dapat dipertanggung jawabkan beritanya karena kasus yang penulis buat adalah benar adanya dan tokoh yang dimasukkan dalam berita sangat meyakinkan.

Yang kedua adalah Kebebasan Pers. Semua orang, termasuk jurnalis boleh dengan bebas menyampaikan informasi yang bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat tanpa pengekangan. Berita ini cukup memberikan poin ini. Hal itu dapat kita lihat dari dimana penulis mem-publish beritanya. Jurnalis memberikan berita ke website gratis dan memberikan tempat untuk berkomentar.

Ketiga adalah masalah etis. Pers lepas dari kepentingan individu dan mengabdi kepada kepentingan umum. Menurut saya dalam berita ini penulis membiarkan public untuk menilai yang mana yang baik dan bukan. Penulis juga tidak terlalu berat sebelah dalam menjelaskan segala pihak.

Keempat adalah ketepatan. Pers memiliki orientasi terhadap kebenaran untuk melayani publik. Dalam hal ini menurut saya penulis membuat tulisan ini agar masyarakat tahu tentang realita atau kebenaran yang ada di Samarinda.

Kelima adalah tindakan adil untuk semua orang. Pers melawan keistimewaan atau campur tangan pihak-pihak yang mengakibatkan ketidakbebasan media dalam menyiarkan informasi. Dalam hal ini menurut saya penulis belum berpihak dengan otoritas atau pimpinan redaksi karena penulis masih menggunakan media sosial gratis dan menghasilkan tulisan yang tidak terikat dengan pihak pihak tertentu.