M.Luqman Hakim
1402055088
Analisis Kasus Tenggelamnya
Anak di Bekas Lokasi Tambang
Menggunakan Konsep Hukum dan
Etika Pers
Delapan bocah meninggal di kolam
bekas tambang di Samarinda, Kalimantan Timur hingga saat ini. Namun hingga saat
ini tidak ada tindak tanda peringatan agar tidak ada korban jiwa yang
bertambah. Lubang yang berisi air dengan luas sekitar 15x20 meter tersebut
berada di dekat wilayah pemukiman warga yang hanya berjarak puluhan meter.
Lubang tersebut diperkirakan warga memiliki kedalam lebih dari 7 meter.
Lokasi tambang tersebut awalnya
merupakan lokasi perkebunan buah milik warga. Namun Pemkot Samarinda melalui
pihak Kelurahan Rawa Makmur sebagai perpanjangan tangan pemerintah dapat
dibilang mengabaikan permasalah ini. Aksi penolakan warga pun menjadi sia-sia
dan aktivitas tambang terus berlanjut. Efeknya selain merenggut nyawa,
intensitas banjir di daerah RT 48 yang berada tak jauh dari lubang semakin
tinggi.
Menurut Basuki Rahmat Ketua RT 48
Kelurahan Rawa Makmur mengatakan, bukan hanya aktifitas pengerukan yang
mendapatkan penolakan dari warga, aktivitas pengangkutan (Hauling) juga
sempat di berhentikan oleh warga. Namun karena ada kompensasi yang disebut
“Uang Debu” kepada warga, hauling akhirnya diijinkan.
Jaringan Advokasi Kaltim (Jatam)
berencana mengambil jalan hukum atas kejadian tersebut. Dari penelusuran Jatam
Kaltim terlihat bahwa perusahaan ini tidak mengikuti teknik tambang seperti
yang dimuat dalam keputusan menteri ESDM nomor 55/K/26/MPE/1995, diantaranya
tidak memasang tanda peringatan di tepi lubang dan tidak ada pengawasan yang
menyebabkan orang lain masuk ke dalam tambang.
Analisis Melalui Konsep Hukum
Pada berita ini dapat kita
analisis melalui beberapa konsep hukum. Pertama adalah konsep hukum klasik.
Pengertian konsep ini berdasarkan atas azaz keadilan yang dipercaya bernilai
universal dan menjadi bagian inheren system hukum. Aliran hukum klasik melihat
kejahatan adalah hasil dari perbuatan berdasarkan kebebasan moral. Beberapa
ahli teori klasik menegaskan bahwa kejahatan merupakan kesalahan dan harus
bertanggungjawab secara moral, untuk itu pelanggar harus menerima hukuman yang
sesuai dengan nilai moral yang hidup di masyarakat sebagai suatu tindakan
pembalasan atas tindakan kejahatan yang telah dilakukannya.
Dalam kasus ini penyebab kematian
8 orang disebabkan oleh lubang tambang yang tidak direklamasi milik perusahaan
tambang bernama PT Energi Cahaya Industritama (ECI). Jika mengacu pada konsep
ini maka PT ECI harus mempertanggung jawabkan secara moral apa yang telah
diperbuat. Dan bentuk hukuman yang diberikan sesuai dengan nilai moral yang ada
dalam masyarakat, seperti mendapatkan sanksi sosial berupa membayar denda dan
lain-lain. Selain itu juga perlu adanya pertanggung jawaban moral dengan bentuk
permintaan maaf kepada warga setempat.
Yang kedua adalah Hukum dengan
norma-norma undang-undang positif yang berlaku umum in Abstracto pada suatu
waktu tertentu dan di wilayah tertentu. Menurut hukum positivistik, hukum sama
dengan norma-norma positif yaitu norma yang dibuat oleh badan legislasi yang
dianggap sebagai hukum umum seperti undang-undang. Hukum menurut konsep ini
adalah apa yang ada menurut undang-undang, bukan apa yang seharusnya ada dalam
hukum. Jadi, hukum dalam konsep positivisme mengabaikan nilai-nilai kebenaran,
moral, kesejahteraan, bahkan terkadang jauh dari kata keadilan.
Jika dilihat melalui konsep ini
maka tuntutan dari pihak masyarakat dan Jatam Kaltim terhadap Pemkot Samarinda
dan PT ECI sepenuhnya harus mengikuti dan menaati jalannya pengadilan dan hasil
dari peradilan tersebut. Dalam kasus ini Jatam menuntut pertanggung jawaban PT
ECI karena telah melanggar keputusan menteri ESDM nomor 55/K/26/MPE/1995.
Konsep ketiga ini merupakan
seluruh keputusan hakim “in Concerto” sebagaimana yang tercipta dalam
proses-proses pengadilan (judge made law). Keputusan hakim ini sering disebut
Yurisprudensi. Yurisprudensi merupakan sumber hukum dalam arti formil yang
didasarkan atas suatu kenyataan bahwa sering kali terjadi hakim memutuskan
suatu perkara yang tidak langsung didasarkan atas suatu peraturan hukum atau
undang-undang yang sudah ada.
Jika dilihat melalui konsep ini
maka tuntutan dari pihak masyarakat dan Jatam Kaltim terhadap Pemkot Samarinda
dan PT ECI sepenuhnya harus mengikuti keputusan dari Hakim sebagai pihak
mediasi. Dari penjelasan diatas, kita tahu bahwa seorang hakim mempunyai hak
untuk membuat atau menciptakan peraturan sendiri apabila di dalam undang-undang
ataupun kebiasaan tidak memberi peraturan yang dapat dipakainya dalam memutuskan
suatu perkara. Keputusan inilah yang disebut Yurisprudensi, dan jika dikemudian
hari ada suatu perkara yang serupa, maka keputusan hakim ini atau yang
terdahulu itu dapat dijadikan dasar keputusan yang sama pula oleh hakim lain
terhadap suatu perkara atau masalah yang sama.
Analisis Melalui Konsep Etika Pers
Berdasarkan Wikipedia.org Etika Pers adalah filsafat di bidang
moral pers, yaitu bidang yang mengenai kewajiban-kewajiban pers dan tentang apa
yang merupakan pers yang baik dan pers yang buruk, pers yang benar dan pers
yang salah, pers yang tepat dan pers yang tidak tepat. Etika pers juga adalah
ilmu atau studi tentang peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku pers
atau, dengan perkataan lain, etika pers berbicara tentang apa yang seharusnya dilakukan
oleh orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers. Sumber etika pers adalah
kesadaran moral yaitu pengetahuan tentang baik dan buruk, benar dan salah,
tepat dan tidak tepat, bagi orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers.
Ada beberapa unsur penting Etika
Pers, yang pertama adalah tanggung jawab. Seorang jurnalis yang terlibat dalam
pers harus memunyai tanggung jawab atas dampak dari informasi yang disampaikan.
Dalam berita ini saya rasa penulis dapat dipertanggung jawabkan beritanya
karena kasus yang penulis buat adalah benar adanya dan tokoh yang dimasukkan
dalam berita sangat meyakinkan.
Yang kedua adalah Kebebasan Pers.
Semua orang, termasuk jurnalis boleh dengan bebas menyampaikan informasi yang
bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat tanpa pengekangan. Berita ini
cukup memberikan poin ini. Hal itu dapat kita lihat dari dimana penulis mem-publish
beritanya. Jurnalis memberikan berita ke website gratis dan memberikan
tempat untuk berkomentar.
Ketiga adalah masalah etis. Pers
lepas dari kepentingan individu dan mengabdi kepada kepentingan umum. Menurut
saya dalam berita ini penulis membiarkan public untuk menilai yang mana yang
baik dan bukan. Penulis juga tidak terlalu berat sebelah dalam menjelaskan
segala pihak.
Keempat adalah ketepatan. Pers
memiliki orientasi terhadap kebenaran untuk melayani publik. Dalam hal ini
menurut saya penulis membuat tulisan ini agar masyarakat tahu tentang realita
atau kebenaran yang ada di Samarinda.
Kelima adalah tindakan adil untuk
semua orang. Pers melawan keistimewaan atau campur tangan pihak-pihak yang
mengakibatkan ketidakbebasan media dalam menyiarkan informasi. Dalam hal ini
menurut saya penulis belum berpihak dengan otoritas atau pimpinan redaksi
karena penulis masih menggunakan media sosial gratis dan menghasilkan tulisan
yang tidak terikat dengan pihak pihak tertentu.