Kamis, 04 Juni 2015



Elvi junianti 
1402055152


BERITA :
Fahutan-Faperta Unmul Diusut
Kejari Tetapkan Satu Tersangka, Pekan Depan Ekspose
Perkara Tunggakan Kejari Samarinda dari 2014
     Dugaan korupsi dana Abadi Fahutan Unmul tahun 2009 – 2012
     Dugaan korupsi PNBP Fakultas Pertanian (Faperta) Unmul.
     Dugaan korupsi pembangunan Polder Gang Indra, Jalan P Antasari.
     Dugaan korupsi dana hibah KONI Samarinda.
     Dugaan korupsi dana pembelian obat klinik Korpri Kaltim.
Sumber:Kejari Samarinda
SAMARINDA- Masih ingat kisruh di Fakultas Kehutanan (Fahutan), Universitas Mulawarman (Unmul) tahun lalu. Masalah yang bergulir ke ranah hukum itu, kini menuai titik terang. Bahkan, selain Fahutan, ternyata Fakultas Pertanian (Faperta) Unmul juga diusut kejaksaan.
Kasus di Faperta terkait dana penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Hanya, Kejaksaan Negeri (Kejari) belum bersedia membeberkan perkara karena alasan kepentingan penyidikan.
Mengenai kasus Fahutan, Kejari telah menetapkan seorang tersangka berinisial CDB. Pria tersebut diduga menyalahgunakan dana abadi Fahutan sebesar Rp 800 juta pada kurun 2009-2012.
“Kami sudah mengantongi modus operandi dari perkara ini,” terang Humas Kejari Samarinda, Hamzah Ponong kemarin (25/3).
Seperti diketahui, kasus tersebut dilaporkan Dekan Fahutan Abu Bakar Lahjie tahun lalu ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim. Kemudian prosesnya dilimpahkan ke Kejari Samarinda.
Hamzah menyebut, Dana abadi tersebut bersumber dari dua perusahaan yang meminta jasa Fahutan melakukan survei atau penelitian. Sebanyak 11 orang diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut.
“Tanggal 31 Maret, kami akan ekspose kasus-kasus tunggakan. Saya kan baru di sini. Ekspose di internal kami dulu,” terang Abdul Muis, kasi Tindak Pidana Khusus Kejari Samarinda. Muis diketahui resmi menggantikan Sutrisno Margi Utomo pada 4 Maret lalu.

Dari sangkaan terhadap CDB, lanjut Hamzah, motif perkara terbilang sederhana. Fahutan mendapatkan bantuan berupa dana riset atau penelitian dari pihak ketiga sebesar Rp 2 miliar.
Nah, seiring perubahan status Unmul menjadi badan layanan umum (BLU), maka dana semacam itu harus melalui rektorat dan disimpan di rekening unversitas.
Selanjutnya, setiap fakultas yang ingin menggunakannya harus mengajukan proposal. Tapi yang terjadi adalah, dana kategori PNBP itu malah disimpan di rekening pribadi. Bukan melalui rektorat sebagaimana ketentuan terkait BLU.
Dana tersebut bersumber dari PT Turbaindo dan PT Berau Coal. Karena status dana PNBP, maka bila terjadi penyimpangan akan menjadi kerugian keuangan negara.
MANTAN DEKAN
Mantan Dekan Fahutan Unmul Chandra Dewana Boer pernah menjelaskan, prihal dugaan penyalahgunaan keuangan itu. Ia mengaku telah menyerahkan laporan keuangan fakultas ketika serah terima jabatan dengan Abu Bakar.
“Memang ada proyek yang berjalan, saat kepemimpinan saya. Tapi saya tidak terlibat proyek itu,” tegas Chandra di Laboratorium Ekologi Satwaliar dan Biodiversity, Fahutan, 5 Maret 2014.
Mengenai mobil yang dituduh dibeli Chandra dari fee proyek untuk kemudian dipakai fakultas? Menurutnya, mobil tersebut tidak masuk laporan Abu Bakar ke kejati, namun menjadi perbincangan civitas akademika Fahutan.
Sumber uang membeli kendaraan merek Ford itu adalah dana abadi fakultas dan uang bersama fakultas.
Dikatakan, ketimbang dana abadi dipinjam dosen Fahutan tapi tak dikembalikan, dia menginisiasi dibelikan mobil. Waktu itu jumlah dana abadi Rp 300 juta. Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) telah diserahkan kepada Abu Bakar.
“Karena kurang untuk membeli mobil, saya carikan dana tambahan dari proyek. Tapi, bukan dari uang negara,” tegasnya.(*/fch/kri2)

ANALISIS :
Berita mengenai kasus CDB di atas telah di sajikan dengan menggunakan beberapa elemen, elemen yang pertama adalah mencari kebenaran, karena penulis telah menjelaskan mengenai asal muasal dana yang telah di salah gunakan CDB.
Kedua, penulis menggunakan elemen Loyalitas utama jurnalisme adalah pada warga negara, karena berita di atas tidak memihal pada kalangan tertentu dan benar-benar di sajikan seperti yang telah terjadi.
Ketiga, penulis menggunakan elemen pemantau independen dari kekuasaan.karena Dalam memantau kekuasaan, bukan berarti penulis menghancurkan kekuasaan. Namun penulis hanya sebagai pemantau kekuasaan yaitu turut seta dalam penegakkan demokrasi.