M.Luqman Hakim
1402055088
Pengemis Mengaku Terpaksa
“Kerja” Siang Malam untuk Hidup
Pekerjaan mengemis sudah tidak asing lagi di mata
masyarakat di negeri ini. Pekerjaan yang bertarung dengan panas matahari,
polusi udara, dan debu jalanan ini kerap menjadi pilihan terakhir untuk mendapatkan
penghasilan. Tepatnya di Persimpangan jalan depan Mall Lembuswana, Kota
Samarinda, Kalimantan Timur, terdapat sekumpulan gelandangan dan pengemis meski
dengan upah yang tidak tentu.
Namun hal ini sering menimbulkan pertanyaan, mengapa
pekerjaan ini kerap terus menerus terjadi walaupun pemerintah sering melakukan
penertiban dan memberikan pendidikan serta sosialisasi untuk para pengemis ini.
Berbagai upaya pemerintah dilancarkan untuk meningkatkan kesejahteraan pengemis
ini dengan membuka peluang lewat Kredit Usaha Kecil Menengah, Bantuan Langsung
Tunai, dan lain-lain.
Salah satu pengemis di daerah Persimpangan jalan depan Mall
Lembuswana Nurcahya (38) mengatakan, mengemis ini bukan pilihan mereka
melainkan karena terpaksa. “kami mengemis disini dari pagi sampai malam memang
karena tidak punya pekerjaan lain,” kata Nurcahya, belum lama ini.
Menurutnya pekerjaan menjadi pengemis ini tidak memberikan
penghasilan yang cukup. Penghasilan dalam sehari hanya mendapatkan kurang dari
Rp 100 ribu. “itu penghasilan yang sudah banyak dan itu sangat jarang untuk
mendapatkannya,” ujarnya.
Persimpangan yang terkenal akan keramaiannya ini menyimpan
banyak keironisan. Diantara seluk beluk keramaian lalu lintas perkotaan ini
banyak anak-anak berusia 5 sampai 15 tahun yang mempertaruhkan nasib dalam
pekerjaan ini. Mereka bekerja mulai dari menjual koran dipagi hari dan mengemis
hingga malam hari.
Salah satu dari pengemis anak-anak bernama Ade (12)
mengatakan, mereka mengemis karena tidak punya orang tua yang memberikan
kehidupan yang layak. “mau gimana lagi om, kita disini cari uang buat makan,”
kata Ade. Menurut Ade anak-anak ini sudah sering ditertibkan oleh pemerintah,
namun mereka cenderung melarikan diri dari operasi penertiban. “kalo ada
penertiban biasanya kita langsung kabur om, agar tidak tertangkap,” ujar bocah
lelaki ini.
Ketika saya bertanya mengapa tidak sekolah dan mengapa
tidak masuk ke panti sosial mereka cenderung menutup mulut. Jawaban
keterpaksaan anak-anak ini untuk bekerja menjadi pengemis juga seakan sukar
untuk dipercaya.
Berdasarkan informasi dari Nurcahya, anak-anak ini berasal
dari Sulawesi yang putus sekolah akibat ekonomi keluarga di kampung halaman
mereka sangat kurang untuk membiayai sekolah mereka. Oleh karena itu mereka
dibawa untuk mencari uang di kota ini untuk membantu perekonomian keluarga
mereka di Sulawesi.