Rabu, 03 Juni 2015



M.Luqman Hakim
1402055088



Pengemis Mengaku Terpaksa “Kerja” Siang Malam untuk Hidup

Pekerjaan mengemis sudah tidak asing lagi di mata masyarakat di negeri ini. Pekerjaan yang bertarung dengan panas matahari, polusi udara, dan debu jalanan ini kerap menjadi pilihan terakhir untuk mendapatkan penghasilan. Tepatnya di Persimpangan jalan depan Mall Lembuswana, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, terdapat sekumpulan gelandangan dan pengemis meski dengan upah yang tidak tentu.
Namun hal ini sering menimbulkan pertanyaan, mengapa pekerjaan ini kerap terus menerus terjadi walaupun pemerintah sering melakukan penertiban dan memberikan pendidikan serta sosialisasi untuk para pengemis ini. Berbagai upaya pemerintah dilancarkan untuk meningkatkan kesejahteraan pengemis ini dengan membuka peluang lewat Kredit Usaha Kecil Menengah, Bantuan Langsung Tunai, dan lain-lain.
Salah satu pengemis di daerah Persimpangan jalan depan Mall Lembuswana Nurcahya (38) mengatakan, mengemis ini bukan pilihan mereka melainkan karena terpaksa. “kami mengemis disini dari pagi sampai malam memang karena tidak punya pekerjaan lain,” kata Nurcahya, belum lama ini.
Menurutnya pekerjaan menjadi pengemis ini tidak memberikan penghasilan yang cukup. Penghasilan dalam sehari hanya mendapatkan kurang dari Rp 100 ribu. “itu penghasilan yang sudah banyak dan itu sangat jarang untuk mendapatkannya,” ujarnya.
Persimpangan yang terkenal akan keramaiannya ini menyimpan banyak keironisan. Diantara seluk beluk keramaian lalu lintas perkotaan ini banyak anak-anak berusia 5 sampai 15 tahun yang mempertaruhkan nasib dalam pekerjaan ini. Mereka bekerja mulai dari menjual koran dipagi hari dan mengemis hingga malam hari.
Salah satu dari pengemis anak-anak bernama Ade (12) mengatakan, mereka mengemis karena tidak punya orang tua yang memberikan kehidupan yang layak. “mau gimana lagi om, kita disini cari uang buat makan,” kata Ade. Menurut Ade anak-anak ini sudah sering ditertibkan oleh pemerintah, namun mereka cenderung melarikan diri dari operasi penertiban. “kalo ada penertiban biasanya kita langsung kabur om, agar tidak tertangkap,” ujar bocah lelaki ini.
Ketika saya bertanya mengapa tidak sekolah dan mengapa tidak masuk ke panti sosial mereka cenderung menutup mulut. Jawaban keterpaksaan anak-anak ini untuk bekerja menjadi pengemis juga seakan sukar untuk dipercaya.
Berdasarkan informasi dari Nurcahya, anak-anak ini berasal dari Sulawesi yang putus sekolah akibat ekonomi keluarga di kampung halaman mereka sangat kurang untuk membiayai sekolah mereka. Oleh karena itu mereka dibawa untuk mencari uang di kota ini untuk membantu perekonomian keluarga mereka di Sulawesi.