Jumat, 05 Juni 2015

NAMA : ANGGI WIJI LESTARI
NIM : 1402055126


DELAPAN BOCAH TEWAS TENGGELAM DILUBANG BEKAS TAMBANG
KASUS
            Setidaknya delapan bocah meninggal di kolam bekas tambang di Samarinda, Kalimantan Timur hingga saat ini. Korban terakhir bernama Nadia Tazkia Putri  di RT 43 Kelurahan Rawa Makmur, Palaran. Bocah berusia 10 tahun ini meninggal tenggelam saat berenang di bekas galian tambang di kawasan Palaran Samarinda, Kaltim, pada bulan lalu.
            Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim berencana akan mengambil upaya hukum, atas kejadian tersebut.”Kalau keluarga menempuh jalur hukum, Jatam siap mendampingi. Perusahaan dan Pemkot Samarinda harus bertanggungjawab atas kelalaiannya yang sudah kesekian kali,” kata Merah Johansyah, Dimisiator Jatam.
            Jatam berpendapat, Walikota dan Distamben Kota Samarinda dapat diterapkan Pasal 359 Kitab Undang‑Undang Hukum Pidana dan Pasal 112 UUPPLH.  Sebab unsur “barang siapa“, “karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain” yang tercantum dalam Pasal 359 KUHP maupun Pasal 112 UUPPLH “Setiap pejabat berwenang“, “tidak melakukan pengawasan“, “terhadap ketaatan penanggung jawab usaha” atau “kegiatan terhadap peraturan perundang‑undangan dan izin lingkungan“, “mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan”, “mengakibatkan hilangnya nyawa manusia” telah terpenuhi. “Perusahaan tambang dan Pemkot Samarinda harus bertanggungjawab,” kata Merah Johansyah.
            Belajar dari penanganan kasus tewasnya banyak korban di lubang tambang sebelumnya, Jatam Kaltim pada 24 April 2013 sebenarnya sudah pernah mengirim surat mempertanyakan kinerja kepolisian yang tak pernah mempublikasikan hasil penyidikan 7 kasus kematian anak dilubang tambang sebelumnya. Karena Kepolisian mengendur, apalagi jika kasus‑kasus kejahatan tambang selama ini melibatkan tokoh‑tokoh penting dan pemilik modal selama ini,” lanjut Merah.
            Penyidikan kasus ini telah, berlarut‑larut tanpa kepastian. Jika terjadi penghentian penyidikan perkara menurutnya, mestinya harus sesuai dengan koridor yang diatur oleh pasal 184 KUHAP, seperti tidak adanya pengakuan, saksi, surat atau benda‑benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana bersangkutan.
            Selain akan melayangkan petisi ke sejumlah pejabat di Samarinda dan Kaltim, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim akan mendesak Kapolda Kaltim Brigjen Pol Dicky Atotoy dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas)  melakukan supervisi kasus meninggalnya anak – anak di lubang tambang batu bara di Samarinda. Demikian dikatakan Merah Johansyah.
            “Sekaligus kasus‑kasus sebelumnya yang belum diselesaikan penyidikannya oleh Kepolisian Samarinda. Kami menganjurkan Kapolres untuk menggunakan pasal pidana lingkungan hidup selain pasal pidana umum tentang kelalaian untuk menjerat aktor besar seperti pihak PT ECI, Distamben bahkan Walikota Samarinda,” lanjutnya.



SEORANG ANAK KECIL TEWAS DI LUBANG BEKAS TAMBANG

ANALISIS
            Dari definisi tersebut diatas dapat saya menggolongkan kasus tersebut sebagai kasus hukum pidana karena merenggut nyawa, tetapi kurangnya kesadaran dari berbagai pihak membuat hukum tidak berjalan lancer sebabagi mana mestinya. Sejak awal memang sudah mendapat penolakan dari warga, tetapi pemerintah memberkan izin kepada perusahaan untuk membuka lahan dekat rumah warga, disinilah bukti para pengusaha mementingkan kepentingan mereka dan tetap menjalankan  meskipun itu melanggar aturan.
            Melihat kejadian meninggalnya kasus seorang anak kecil berumur 10 tahun  yang bernama Nadia Tazkia Putri dibekas lubang galian tambang, seharusnya masyarakat bertindak lebih cepat kejalur hukum, seharusnya masyarakat mununtut terhadap perusahaan dan pemerintah dan melaporkannya segera kepada pihak yang berwajib. Sebenarnya Jatam sudah pernah mengirim surat mempertanyakan kinerja kepolisian yang tak pernah mempublikasikan hasil penyidikan 7 kasus kematian anak dilubang tambang sebelumnya. Karena Kepolisian mengendur, apalagi jika kasus‑kasus kejahatan tambang selama ini melibatkan tokoh‑tokoh penting dan pemilik modal selama ini.
            Disini seharusnya pemerintah harus membela dan mementingkan rakyatnya, bukan malah memambah beban masyarakat,semestinya pemerintahlah yang menyikap dan memberi sanksi, jika pemerintah tidak mengizinkan perusahan untuk menjalankan proyek-proyek tambang di dekat rumah warga, maka tidak akan ada lagi yang namanya galian tambang di tengah-tengah rumah warga dan merenggut nyawa warga.