Nama : Wisnu Prasetya
NIM : 1402055125
Gelandangan,
hingga kini masih terus menjadi fenomena di berbagai kota besar, dan ini
buktinya di Jalan Achmad Dahlan Samarinda tampak anak-anak yang berjualan dan
meminta – minta. Jumlahnya kian bertambah seiring dengan hancurnya sumber daya
alam di pinggiran dan pedalaman. Bagaimana dengan Kota Samarinda?. Gelandangan
barangkali sulit ditemukan, tetapi tidak sulit untuk menemukan sejumlah
anak-anak, laki-laki dan perempuan yang menghabiskan sebagian besar waktunya di
jalanan. Lihat saja, hampir di semua perempatan jalan selalu di jumpai
anak-anak menawarkan koran lokal dari pagi hingga larut malam. Tak sulit
melihat di kala malam mereka terkantuk-kantuk duduk di media jalan. Sementara
di siang hari, terkadang mereka membahayakan diri, bermain, kejar-kejaran atau
bersepeda saling silang di keramaian jalanan.
Siapakah anak-anak itu? Adakah mereka anak-anak yang terlahir di Kota Samarinda yang seharusnya masih duduk di bangku sekolah dengan biaya di tanggung oleh pemerintah Kota. Bukankah Gubernur Kalimantan Timur periode 2013 – 2018 dalam kampanyenya berjanji untuk mengambil alih pembiayaan anak-anak yang putus sekolah lewat posko drop out?, Atau jangan-jangan mereka adalah anak-anak yang berasal dari luar daerah, yang dimobilisir untuk diekploitasi oleh sekelompok orang demi keuntungan ekonomi. Mereka adalah korban trafficking, sengaja di datangkan ke Kota Samarinda, tempat banyak orang kaya yang mudah iba.
Siapakah anak-anak itu? Adakah mereka anak-anak yang terlahir di Kota Samarinda yang seharusnya masih duduk di bangku sekolah dengan biaya di tanggung oleh pemerintah Kota. Bukankah Gubernur Kalimantan Timur periode 2013 – 2018 dalam kampanyenya berjanji untuk mengambil alih pembiayaan anak-anak yang putus sekolah lewat posko drop out?, Atau jangan-jangan mereka adalah anak-anak yang berasal dari luar daerah, yang dimobilisir untuk diekploitasi oleh sekelompok orang demi keuntungan ekonomi. Mereka adalah korban trafficking, sengaja di datangkan ke Kota Samarinda, tempat banyak orang kaya yang mudah iba.
Dan benar saja, di saat bulan puasa,
anak-anak ini kerap kali mendapat santunan makanan. Bungkus makanan terlihat
berserak di perempatan jalan menjelang malam. Dan menjelang akhir masa puasa,
jumlah anak-anak yang menunggu di perempatan kian banyak, karena akan ada
banyak orang membagikan zakat dalam bentuk uang. Jika anak-anak ini dan mungkin
juga keluarganya disebut sebagai penyandang masalah sosial maka jumlah mereka
tidaklah sebanyak penyandang masalah sosial di kota-kota besar layaknya di
pulau Jawa sana. Maka para pihak yang bertanggung jawab masih punya sumber daya
atau kemampuan untuk melakukan intervensi agar masalah ini segera bisa diatasi.
Jika tidak maka fenomena anak-anak di perempatan ini akan bertambah besar dan
masalahnya juga akan berkembang kearah lain.