Nama : Dewi Desyanti
Nim : 1402055167
GEROBAK SAMPAH SEBAGAI SUMBER
PENGHIDUPAN
Saat adzan subuh mulai berkumandang, seorang pria paruh
baya bergegas melaksanakan panggilan Allah SWT, meninggalkan hangatnya selimut
tua dan kontrakan sederhana nya demi melaksanakan kewajiban. Kaki rentanya
melangkah perlahan menyusuri gelapnya fajar dengan tangan kasar berkapal yang
mengandeng sang putra bungsu yang masih berusia 7 tahun.
Ketika mentari mulai menampakan sinarnya, sumarto yang
berusia 56 tahun telah bersiap dengan gerobak sampah yang telah menjadi sumber
penghasilannya. Sudah 14 tahun ini sumarto bekerja sebagai tukang pengangkut
sampah untuk menghidupi ketiga anak dan istrinya. “Setiap hari saya mulai
berkeliling dengan gerobak dikompleks-kompleks perumahan untuk mengumpulkan
sampah dan saya dibayar Rp. 15.000,00 per bulannya dari setiap rumah.” ujar
sumarto.
Pria asli Purworejo ini mulai
merantau ke kalimantan timur yang lebih tepatnya ke samarinda pada tahun 2000
dan hanya bermodalkan tekad. Setelah memiliki sedikit modal pada tahun 2001
sumarto mulai mengajak serta kedua anak dan istrinya untuk ikut
merantau.”Alhamdullillah, meskipun sering makan seadanya dan tidur
berdesak-desakan kami masih bisa berkumpul seperti keluarga pada umumnya” kata
sumarto penuh syukur.
Sumarto bekerja
sebagai pengangkut sampah mulai dari jam 6 pagi sampai jam 5 sore, biasanya
sampah-sampah yang bisa didaur ulang dibawa pulang kekontrakan nya didaerah
cendana dan dikumpulkan untuk dijual kepengepul barang bekas,”lumayan uangnya
untuk uang saku sekolah anak saya”. Pada tahun 2010 istri sumarto mulai
berjualan sayur keliling menggunakan sepeda,”karena zaman sudah semakin maju
apa-apa jadi semakin mahal dan penghasilan sebagai tukang angkut sampah tidak
akan cukup untuk biaya hidup sehari-hari dan biaya sekolah anak yang semakin
tinggi, jadi mau tidak mau istri saya pun turut mencari penghasilan untuk
keluarga.”ujar sumarto dengan nada sedih.
Sumarto merupakan seorang ayah yang sadar akan
pentingnya pendidikan untuk ketiga anaknya, sehingga membuat sumarto dan sang
istri harus bekerja ekstra untuk membiayai sekolah kedua anaknya, ditambah lagi
anak bungsunya akan mulai masuk sekolah ditahun ajaran baru mendatang.”saya
ingin anak saya tidak sebodoh kedua orang tuanya, dan bisa bekerja dikantoran tidak
seperti ayahnya yang bekerja disekeliling sampah, dan tidak dipandang sebelah
mata oleh teman-temannya”.
Selain ketiga anak dan istri yang menjadi tanggungan,
sumarto juga masih sering mengirimkan sejumlah uang kepada ibunya yang telah
berusia senja di purworejo”kasihan ibu, dulu semenjak bapak meninggal beliau sering banting tulang bekerja
dipenggilingan padi hanya untuk memberi makan anak-anaknya sekarang giliran
kami anak-anaknya yang menggurus ibu” terkadang sumarto bergantian dengan
ketiga kakaknya mengirimkan uang untuk kebutuhan sang ibu,”saya senang meskipun
dengan penghasilan saya yang tidak seberapa, saya masih bisa mengirim uang
untuk ibu saya dikampung meski tidak dalam jumlah yang banyak.”
Sumarto berkata”penghasilan sebanyak apapun kalo tidak
pernah disyukuri pasti akan selalu terasa kurang.” Ada pepatah jawa yang
mengatakan “asta ngeppel mboten nampi nopo-nopo,(tangan yang terkepal tidak
akan menerima apa-apa)” yang artinya seseorang yang malas membuka tangannya
untuk bekerja maka dia tidak akan menerima hasil apa-apa.