Kamis, 04 Juni 2015

Kamila Kusmeinar Tyas Asih Rijono
1402055128




FUTURE NEWS
Setidaknya Kirimkan Selokan Untuk Kami!!
            Berikut adalah selogan yang diucapakan warga sekitaran Jl. DI Panjaitan karena permukaan tanah telah diselimuti oleh genangan air setinggi lutut orang dewasa ditambah dengan arusnya. Tepat berlokasi di samping tiga alaya ini telah menyusahkan banyak warga olehnya.
            Hanya hampir 2 jam hujan deras mengguyur Kota Samarinda Jumat (13/3/2015), mengakibatkan jalanan semakin padat oleh derunya air yang keruh. Hal ini juga menyebabkan kemacetan yang melintang dari dua arah sejak pukul 3 siang hingga larut malam. Dalam amarah prihatin Bapak Andi (53), warga sekitar persimpangan ini tengah repot memindahkan barang dirumahnya yang mulai bersentuhan dengan air dari luar rumah. Resah para pengguna jalan mulai bertabrakan, semakin lama air semakin deras dari arah perbukitan.
“Setidaknya lindungi kami buatkan selokan untuk kami. Rumah ini bukan untuk penampungan air.”, serunya dengan mengeluh sambil bergilir mengangkut jajanan yang dijual di depan rumahnya.
            Tak hanya itu saja, Pak Andi gelisah melihat mbak, mas, adik-adik, dan tetangga yang tidak pernah merindukan banjir ini. jalanan menjadi padat, suara klakson bersorak di mana-mana, juga selangkah saja tak akan aman karena lumpur yang bertaburan di sepanjang jalan. “Lihatlah sekarang, zaman 80-an saya kemari, bukit itu adalah hutan. Tidak ada air yang berani bermain ke jalan besar. Malah sampai tahun 2012 tidak pernah simpangan ini seramai pasar minggu seperti sekarang ini.”, ingatnya kejadiannya dahulu. “Kalau kita nak cepat pulanng, membantengi hujan pun tetap kulit memerah tapi jika tidak ya ini akibatnya!”, tunjuknya ke arah simpangan perjelas keadaan.
            Hal itu tidak membuat Pak Andi diam. Ia berusaha menertibkan perkendaraan penuh juang melawan arus yang ternyata berasal dari bukit tinggi. Bukan hanya Pak Andi saja yang merasakan getahnya melainkan pengguna jalan sekaligus warga perumahan lain tepat di bawah bukit tinggi lalu mengapa mereka bungkam. Keluhan tercibir di mana – mana semarak serai para tetangga bersatukan berita, “Inilah akibatnya!”, kata Ibu Dirham (47) salah satu korban dari penyebab tergenang air di salah satu perumahan Tri Darma UNMUL.
“Dulu kita dapat air dari bendungan sama, itu pun karena sudah penuh sengaja para pejabat mengirimkan hingga kemari. Nah sekarang datang dari atas sana.”, tunjuknya ke arah perbukitan yang mengakibatkan warga memarkirkan mobil di area ruko alaya kerena ketidakmungkinan untuk melewati macet yang sudah hampir empat jam tak kunjung bergerak.
            Kejelasan belum terungkap, mereka masih tetap saja diam, apakah benar ini berasal dari tempat tertinggi ini yaitu kawasan bebas banjir yang hanya terjadi di atas bukit alaya saja. Apakah ini pengaruh dari pembuatan rumah-rumah di dalamnya. Mereka mssih saja bungkam. Hanua seorang pria berseragam datang berbicara dengan singkat, “Sudah sempat di tanggulangi, hanya saja mungkin belum maksimal dan butuh penanggulangan lagi agar tidak merusak keduanya.”, katanya dengan perlahan,
            Mungkin ini belum akhir dari usaha mereka akan usahanya atau untuk menyelamatkan warga atau mungkin belum akhir dari pengalaman pengguna jalan akibat genangannya. Berharap mereka mengirimkan selokan untuk kami, agar air memiliki jalan untuk mengalir.