1402055128
FUTURE
NEWS
Setidaknya Kirimkan Selokan Untuk Kami!!
Berikut
adalah selogan yang diucapakan warga sekitaran Jl. DI Panjaitan karena
permukaan tanah telah diselimuti oleh genangan air setinggi lutut orang dewasa
ditambah dengan arusnya. Tepat berlokasi di samping tiga alaya ini telah
menyusahkan banyak warga olehnya.
Hanya
hampir 2 jam hujan deras mengguyur Kota Samarinda Jumat (13/3/2015),
mengakibatkan jalanan semakin padat oleh derunya air yang keruh. Hal ini juga
menyebabkan kemacetan yang melintang dari dua arah sejak pukul 3 siang hingga
larut malam. Dalam amarah prihatin Bapak Andi (53), warga sekitar persimpangan
ini tengah repot memindahkan barang dirumahnya yang mulai bersentuhan dengan
air dari luar rumah. Resah para pengguna jalan mulai bertabrakan, semakin lama
air semakin deras dari arah perbukitan.
“Setidaknya lindungi kami buatkan selokan untuk kami. Rumah ini bukan untuk penampungan air.”, serunya dengan mengeluh sambil bergilir mengangkut jajanan yang dijual di depan rumahnya.
“Setidaknya lindungi kami buatkan selokan untuk kami. Rumah ini bukan untuk penampungan air.”, serunya dengan mengeluh sambil bergilir mengangkut jajanan yang dijual di depan rumahnya.
Tak
hanya itu saja, Pak Andi gelisah melihat mbak, mas, adik-adik, dan tetangga
yang tidak pernah merindukan banjir ini. jalanan menjadi padat, suara klakson
bersorak di mana-mana, juga selangkah saja tak akan aman karena lumpur yang
bertaburan di sepanjang jalan. “Lihatlah sekarang, zaman 80-an saya kemari,
bukit itu adalah hutan. Tidak ada air yang berani bermain ke jalan besar. Malah
sampai tahun 2012 tidak pernah simpangan ini seramai pasar minggu seperti
sekarang ini.”, ingatnya kejadiannya dahulu. “Kalau kita nak cepat pulanng,
membantengi hujan pun tetap kulit memerah tapi jika tidak ya ini akibatnya!”,
tunjuknya ke arah simpangan perjelas keadaan.
Hal itu
tidak membuat Pak Andi diam. Ia berusaha menertibkan perkendaraan penuh juang
melawan arus yang ternyata berasal dari bukit tinggi. Bukan hanya Pak Andi saja
yang merasakan getahnya melainkan pengguna jalan sekaligus warga perumahan lain
tepat di bawah bukit tinggi lalu mengapa mereka bungkam. Keluhan tercibir di
mana – mana semarak serai para tetangga bersatukan berita, “Inilah akibatnya!”,
kata Ibu Dirham (47) salah satu korban dari penyebab tergenang air di salah
satu perumahan Tri Darma UNMUL.
“Dulu kita dapat air dari bendungan sama, itu pun karena sudah penuh sengaja para pejabat mengirimkan hingga kemari. Nah sekarang datang dari atas sana.”, tunjuknya ke arah perbukitan yang mengakibatkan warga memarkirkan mobil di area ruko alaya kerena ketidakmungkinan untuk melewati macet yang sudah hampir empat jam tak kunjung bergerak.
“Dulu kita dapat air dari bendungan sama, itu pun karena sudah penuh sengaja para pejabat mengirimkan hingga kemari. Nah sekarang datang dari atas sana.”, tunjuknya ke arah perbukitan yang mengakibatkan warga memarkirkan mobil di area ruko alaya kerena ketidakmungkinan untuk melewati macet yang sudah hampir empat jam tak kunjung bergerak.
Kejelasan
belum terungkap, mereka masih tetap saja diam, apakah benar ini berasal dari
tempat tertinggi ini yaitu kawasan bebas banjir yang hanya terjadi di atas
bukit alaya saja. Apakah ini pengaruh dari pembuatan rumah-rumah di dalamnya.
Mereka mssih saja bungkam. Hanua seorang pria berseragam datang berbicara
dengan singkat, “Sudah sempat di tanggulangi, hanya saja mungkin belum maksimal
dan butuh penanggulangan lagi agar tidak merusak keduanya.”, katanya dengan
perlahan,
Mungkin
ini belum akhir dari usaha mereka akan usahanya atau untuk menyelamatkan warga
atau mungkin belum akhir dari pengalaman pengguna jalan akibat genangannya.
Berharap mereka mengirimkan selokan untuk kami, agar air memiliki jalan untuk
mengalir.