Nama : Andi Ramadani
Nim : 1402055159
ANALISIS BERITA DENGAN ETIKA
Ulasan
berita :
Kalimantan
Timur. Seorang gadis yang bernama Nadia
Tazkia Putri (10) meninggal tenggelam di bekas galian tambang di kawasan
Palaran, Samarinda, Kalimantan Timur. Hal ini serupa dengan delapan bocah lainnya
dengan nasib yang sama. Ini terjadi karena bekas tambang yang ditolak oleh
warga, diijinkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Menurut Ketua RT 48 Basuki Rahmat
mengatakan, sejak awal lubang tersebut akan ditambang sudah mendapat penolakan
dari warga. Lokasi tambang sebelumnya adalah kebun buah milik warga. Namun,
Pemkot Samarinda melalui pihak Kelurahan Rawa Makmur sebagai perpanjangan
tangan pemerintahan mengabaikan begitu saja. Sampai – sampai ada kompensasi
“uang debu” kepada warga akhirnya diijinkan. Dikatakan pengumpulan batu bara
dilakukan dengan memasukkan batu bara ke dalam karung – karung untuk
selanjutnya diangkut menggunakan peti
kemas.
Apabila usaha tersebut terjadi terus
menerus, nyawa warga bisa terancam dan bisa senasib dengan Nadia dan delapan
bocah lainnya. Selain itu, kerusakan tersebuat membuat lubang bekas tambang
semakin tinggi dan intesitas banjir semakin meningkat. Hal itu bisa melanggar
KUHP Pasal 359 dan UUPPLH Pasal 112, sebab ada unsur “Barang siapa, karena
kealpaannya menyebabkan matinya orang lain.”. Serta “Setiap pejabat berwenang,
tidak melakukan pengawasan, terhadap ketaatan penanggung jawab usaha atau
kegiatan terhadap peraturan perundang – undangan dan izin lingkungan
mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan dan mengakibatkan hilangnya nyawa
manusia.”.
Analisis berita
Dalam
kasus ini setidaknya delapan bocah telah tewas di lokasi bekas galian tambang.
Hal tersebut telah di tanggapi serius oleh pemerintah kota Samarinda.
Pemerintah kota Samarinda menindak lanjuti dengan tegas kasus ini dengan akan
melakukan pemberhentian kepada Kepala Dinas Pertambangan kota Samarinda. Hal
ini dilakukan karena penanganan kasus reklamasi lubang dan penimbunan bekas
galian tidak segera di tindak lanjuti.
Warga Samarinda melakukan protes
karena tidak hanya lahan yang di ambil namun juga nyawa yang di ambil. Sampai
sejauh ini delapan nyawa telah di renggut namun belum adanya proses lanjut yang
di tangani baik dari pihak Pemerintah maupun pihak perusahaan tambang.