Nama :
Dwi Indah Astuti
Nim :
1402055137
Menganalisis kasus tenggelamnya seorang bocah di danau bekas
galian batu bara
Astaga, Ini
sudah Korban Ke-10!
Tenggelam
di Kolam yang Diduga Bekas Tambang
SETENGAH terburu-buru melepas kaus yang melekat di badan,
Muhammad Naufal Madiansyah (12),
berteriak kepada lima temannya. Dari sebuah gundukan di bibir kolam, dia
berkata, “Ayo, kalau berani.”
Tubuh mungil bocah yang tinggal di Perumahan Korpri,
Kelurahan Loa Bakung, Sungai Kunjang, Samarinda, itu pun terjun. Tiga teman
Naufal yang masih sebaya, menyusul merasakan dingin air kolam, tak jauh dari
tempat tinggal mereka.
Kamis
(30/4) sore, Naufal yang diduga baru bisa berenang, bergembira bersama
teman-temannya. Di ceruk yang penuh air sedalam 1,5 meter, murid kelas enam D,
SD 027 Sungai Kunjang, itu berusaha berenang ke tengah kolam.
“Naufal, jangan ke tengah,” pekik beberapa temannya, seperti
ditirukan Fariq Laroy Bavi kepada Kaltim Post, kemarin. Fariq yang juga berusia
12 tahun, adalah satu dari lima bocah yang datang ke kolam itu.
Naufal tak
memedulikan teriakan teman-temannya. Dia terus berenang ke tengah dan mulai
kehabisan napas. Menurut Fariq yang melihat kejadian itu, dia belum menyadari
kondisi Naufal. Dari enam orang, empat anak terjun ke kolam. Fariq dan seorang
temannya lagi, saat itu hanya di bibir danau mungil berukuran sekitar 7 meter x
10 meter itu.
“Saya
kaget, Naufal sudah tidak ada. Saya bilang sama yang lain, ke mana dia?” kisah
Fariq ketika ditemui di rumah duka, tadi malam. Bocah-bocah itu pun berteriak
meminta tolong.
Warga
berdatangan. Sandal biru dan celana pendek Naufal tertinggal di tepi
kolam. Sudah 30 menit berlalu sejak Naufal hilang di bawah air, seorang warga
menyelam. Tak lama kemudian, Fariq yang ikut mencari melihat tubuh sahabatnya
itu tersangkut di ranting di dalam kolam.
“Kakinya
tersangkut ranting,” tutur Fariq. Warga pun menarik badan korban tapi nyawa
Naufal tak tertolong. Menjelang petang kemarin, jasad Naufal langsung dibawa
pulang, tidak dibawa ke rumah sakit.
Fariq
bercerita, sebelum kejadian itu, mereka sepakat di sekolah untuk berenang.
Pukul 15.30 Wita, sepulang sekolah, murid kelas enam berkumpul di lapangan
basket dekat tempat tinggal Naufal. Setelah lengkap, para bocah itu mengayuh
sepeda ke lubang maut itu.
Lubang ini
diduga bekas galian tambang batu bara. Kemungkinan lain, bekas polder
perumahan. Kolam tanpa satu pun papan peringatan yang menelan nyawa itu hanya
10 meter dari jejeran rumah penduduk terdekat.
Kanit
Reskrim Polsekta Sungai Kunjang Ipda Heru Santoso mengatakan, kolam itu polder
perumahan. “Kami beri garis pembatas polisi dan mencari penyebab korban tewas,”
ujar Heru. Perwira balok satu itu mengatakan, keluarga memang tak ingin jasad
Naufal divisum sehingga dibawa ke rumah duka.
KORBAN KESEPULUH
Isak tangis
tiada henti terdengar di rumah duka, tadi malam. Naufal adalah anak ketiga M
Syahbirin (51) dan Rina Susanti (41). Dia menjadi bocah kesepuluh yang
menghabiskan hidup di kolam Samarinda (daftar korban, lihat infografis).
Lokasi
kolam yang merenggut nyawa Naufal, ditilik dari peta, dekat konsesi izin usaha
pertambangan (IUP) batu bara CV TE. Konsesi CV TE Sejauh ini, belum ada
keterangan pasti lokasi itu di dalam atau di luar konsesi.
Memegang
izin 946 hektare yang dikeluarkan Pemkot Samarinda, CV TE beroperasi di Loa
Buah sejak beberapa tahun lalu. Rekam data media ini, produksi batu bara CV TE
pada 2009 lalu mencapai 488 ribu metrik ton. Satu perusahaan yang juga
beroperasi di Loa Bakung adalah PT BBE, dengan izin dikeluarkan pemerintah
pusat.
Dinamisator
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Merah Johansyah Ismail mengatakan,
masih menelusuri keberadaan kolam maut di Loa Bakung. Dia membenarkan, lokasi
itu dekat dengan konsesi tambang batu bara.
“Tim kami
sudah ke sana dan sedang dicocokkan dengan peta tambang Samarinda yang kami
miliki melalui bantuan GPS (global positioning system),” terangnya, semalam.
Dia juga mendesak pemangku kepentingan serius menyelesaikan persoalan yang
sudah merenggut banyak nyawa. Apapun akhir dari sebuah era pertambangan,
jelasnya, harga sebuah nyawa tidak akan bisa dibayar.
Sepuluh
bocah, sembilan di antaranya meninggal di lubang bekas tambang, telah menarik
perhatian banyak pihak. Dua menteri dan satu putri presiden sudah mendesak agar
kasus itu diusut tuntas (komentar lengkap, lihat infografis).
Pergerakan
menutup puluhan lubang bekas tambang yang menganga di Kota Tepian telah masif.
Rahmawati, ibu Muhammad Raihan Saputra yang menjadi korban kedelapan, telah
membuat petisi yang ditandatangani 10 ribu orang. Putra Rahmawati meninggal
tepat pada Hari Ibu, 22 Desember 2014, di lubang bekas tambang, tak jauh dari
Perumahan Bengkuring, Sempaja, Samarinda Utara.
“Beri
hukuman paksa kepada perusahaan pertambangan untuk segera menutup lubang
tambang,” pintanya. Mulut kolam yang dibiarkan menganga tanpa direklamasi
membuat ibu Raihan terus bertanya-tanya. Sebuah tanya yang mungkin sama dengan
para ibu yang lain; mau berapa nyawa lagi? (*/dra/fel2/che/k15).
Jawaban :
Muhammad Naufal Madiansyah adalah bocah 12
tahun yang tinggal di Perumahan Kopri, Kelurahan sungai Kunjang, Samarinda. Ia
bersama teman-temannya sepakat untuk berenang di kolan dekat rumah mereka
selepas pulang sekolah. Sesampainya di kolan Naufal terburu-buru melapaskan
kaus yang melekat di badan dan kemudian terjun ke kolam. Naufal sendiri diduga
baru bias berenang, namun ia telah berusaha ketengah kolam dan beberapa
temannya pun melarang Naufal agar tidak berenang ke sana bocah itu tidak
memerdulikan pekikan teman-temannya.
Tidak lama kemudian salah satu dari teman
Naufal menyadari ketidak adaan Naufal ditengah-tengah mereka kemudian berteriak
meminta tolong dan wargapu berdatangan.
30 menit setelah kehilangannya seorang warga menyelam, salah satu teman
Naufal yang saat itu berenang bersama juga ikut mencari kemudian melihat tubuh
sahabatnya itu tersangkut pada ranting di dalam kolam.
Warga yang ada
menarik tubuh korban tapi nyawanya tidak tertolong. Lubang itu diduga bekas
galian tambang batu bara dan kemungkinan lain bekas polder perumahan.
Berdasarkan
deskripsi berita tersebut dan di analis menggunakan Hukum dan Etika
Jurnalistik, maka berita tersebut mengandung kode Etik Jurnalistik pasal 1 yang
berbunyi “wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang
akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk”. Ada pun bagian - bagian yang
menunjukan jika berita tersebut mengandung kode etik Jurnalistik pasal 1
yaitu, :
- Di dalam berita tersebut menggunakan sikap independen. Terbukti dengan memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan atau perasaan.
- Berita tersebut bersifat akurat artinya berita tersebut dapat di percaya sesuai dengan keadaan objektif.
- Berimbang karena di dalam berita tersebut semuapihak yang bersangkutan mendapat kesempatan sama untuk berbicara.