Selasa, 02 Juni 2015

Nama               : Dwi Indah Astuti
Nim                  : 1402055137

Menganalisis kasus tenggelamnya seorang bocah di danau bekas galian batu bara


Astaga, Ini sudah Korban Ke-10!

Tenggelam di Kolam yang Diduga Bekas Tambang

UTAMA | Jumat, 01/Mei/2015 14:15 | dibaca: 4270 kali

SETENGAH terburu-buru melepas kaus yang melekat di badan, Muhammad         Naufal Madiansyah (12), berteriak kepada lima temannya. Dari sebuah gundukan di bibir kolam, dia berkata, “Ayo, kalau berani.”
Tubuh mungil bocah yang tinggal di Perumahan Korpri, Kelurahan Loa Bakung, Sungai Kunjang, Samarinda, itu pun terjun. Tiga teman Naufal yang masih sebaya, menyusul merasakan dingin air kolam, tak jauh dari tempat tinggal mereka. 
            Kamis (30/4) sore, Naufal yang diduga baru bisa berenang, bergembira bersama teman-temannya. Di ceruk yang penuh air sedalam 1,5 meter, murid kelas enam D, SD 027 Sungai Kunjang, itu berusaha berenang ke tengah kolam. 
“Naufal, jangan ke tengah,” pekik beberapa temannya, seperti ditirukan Fariq Laroy Bavi kepada Kaltim Post, kemarin. Fariq yang juga berusia 12 tahun, adalah satu dari lima bocah yang datang ke kolam itu. 
            Naufal tak memedulikan teriakan teman-temannya. Dia terus berenang ke tengah dan mulai kehabisan napas. Menurut Fariq yang melihat kejadian itu, dia belum menyadari kondisi Naufal. Dari enam orang, empat anak terjun ke kolam. Fariq dan seorang temannya lagi, saat itu hanya di bibir danau mungil berukuran sekitar 7 meter x 10 meter itu. 
            “Saya kaget, Naufal sudah tidak ada. Saya bilang sama yang lain, ke mana dia?” kisah Fariq ketika ditemui di rumah duka, tadi malam. Bocah-bocah itu pun berteriak meminta tolong.
            Warga berdatangan. Sandal  biru dan celana pendek Naufal tertinggal di tepi kolam. Sudah 30 menit berlalu sejak Naufal hilang di bawah air, seorang warga menyelam. Tak lama kemudian, Fariq yang ikut mencari melihat tubuh sahabatnya itu tersangkut di ranting di dalam kolam. 
            “Kakinya tersangkut ranting,” tutur Fariq. Warga pun menarik badan korban tapi nyawa Naufal tak tertolong. Menjelang petang kemarin, jasad Naufal langsung dibawa pulang, tidak dibawa ke rumah sakit. 
            Fariq bercerita, sebelum kejadian itu, mereka sepakat di sekolah untuk berenang. Pukul 15.30 Wita, sepulang sekolah, murid kelas enam berkumpul di lapangan basket dekat tempat tinggal Naufal. Setelah lengkap, para bocah itu mengayuh sepeda ke lubang maut itu. 
            Lubang ini diduga bekas galian tambang batu bara. Kemungkinan lain, bekas polder perumahan. Kolam tanpa satu pun papan peringatan yang menelan nyawa itu hanya 10 meter dari jejeran rumah penduduk terdekat. 
            Kanit Reskrim Polsekta Sungai Kunjang Ipda Heru Santoso mengatakan, kolam itu polder perumahan. “Kami beri garis pembatas polisi dan mencari penyebab korban tewas,” ujar Heru. Perwira balok satu itu mengatakan, keluarga memang tak ingin jasad Naufal divisum sehingga dibawa ke rumah duka.

KORBAN KESEPULUH
            Isak tangis tiada henti terdengar di rumah duka, tadi malam. Naufal adalah anak ketiga M Syahbirin (51) dan Rina Susanti (41). Dia menjadi bocah kesepuluh yang menghabiskan hidup di kolam Samarinda (daftar korban, lihat infografis). 
            Lokasi kolam yang merenggut nyawa Naufal, ditilik dari peta, dekat konsesi izin usaha pertambangan (IUP) batu bara CV TE. Konsesi CV TE Sejauh ini, belum ada keterangan pasti lokasi itu di dalam atau di luar konsesi. 
            Memegang izin 946 hektare yang dikeluarkan Pemkot Samarinda, CV TE beroperasi di Loa Buah sejak beberapa tahun lalu. Rekam data media ini, produksi batu bara CV TE pada 2009 lalu mencapai 488 ribu metrik ton. Satu perusahaan yang juga beroperasi di Loa Bakung adalah PT BBE, dengan izin dikeluarkan pemerintah pusat. 
            Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Merah Johansyah Ismail mengatakan, masih menelusuri keberadaan kolam maut di Loa Bakung. Dia membenarkan, lokasi itu dekat dengan konsesi tambang batu bara. 
            “Tim kami sudah ke sana dan sedang dicocokkan dengan peta tambang Samarinda yang kami miliki melalui bantuan GPS (global positioning system),” terangnya, semalam. Dia juga mendesak pemangku kepentingan serius menyelesaikan persoalan yang sudah merenggut banyak nyawa. Apapun akhir dari sebuah era pertambangan, jelasnya, harga sebuah nyawa tidak akan bisa dibayar.
            Sepuluh bocah, sembilan di antaranya meninggal di lubang bekas tambang, telah menarik perhatian banyak pihak. Dua menteri dan satu putri presiden sudah mendesak agar kasus itu diusut tuntas (komentar lengkap, lihat infografis). 
            Pergerakan menutup puluhan lubang bekas tambang yang menganga di Kota Tepian telah masif. Rahmawati, ibu Muhammad Raihan Saputra yang menjadi korban kedelapan, telah membuat petisi yang ditandatangani 10 ribu orang. Putra Rahmawati meninggal tepat pada Hari Ibu, 22 Desember 2014, di lubang bekas tambang, tak jauh dari Perumahan Bengkuring, Sempaja, Samarinda Utara. 
            “Beri hukuman paksa kepada perusahaan pertambangan untuk segera menutup lubang tambang,” pintanya. Mulut kolam yang dibiarkan menganga tanpa direklamasi membuat ibu Raihan terus bertanya-tanya. Sebuah tanya yang mungkin sama dengan para ibu yang lain; mau berapa nyawa lagi? (*/dra/fel2/che/k15).
 Jawaban :
             Muhammad Naufal Madiansyah adalah bocah 12 tahun yang tinggal di Perumahan Kopri, Kelurahan sungai Kunjang, Samarinda. Ia bersama teman-temannya sepakat untuk berenang di kolan dekat rumah mereka selepas pulang sekolah. Sesampainya di kolan Naufal terburu-buru melapaskan kaus yang melekat di badan dan kemudian terjun ke kolam. Naufal sendiri diduga baru bias berenang, namun ia telah berusaha ketengah kolam dan beberapa temannya pun melarang Naufal agar tidak berenang ke sana bocah itu tidak memerdulikan pekikan teman-temannya.
             Tidak lama kemudian salah satu dari teman Naufal menyadari ketidak adaan Naufal ditengah-tengah mereka kemudian berteriak meminta tolong dan wargapu berdatangan.  30 menit setelah kehilangannya seorang warga menyelam, salah satu teman Naufal yang saat itu berenang bersama juga ikut mencari kemudian melihat tubuh sahabatnya itu tersangkut pada ranting di dalam kolam.
   Warga yang ada menarik tubuh korban tapi nyawanya tidak tertolong. Lubang itu diduga bekas galian tambang batu bara dan kemungkinan lain bekas polder perumahan.

            Berdasarkan deskripsi berita tersebut dan di analis menggunakan Hukum dan Etika Jurnalistik, maka berita tersebut mengandung kode Etik Jurnalistik pasal 1 yang berbunyi “wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk”. Ada pun bagian - bagian  yang  menunjukan jika berita tersebut mengandung kode etik Jurnalistik pasal 1 yaitu, :
  • Di dalam berita tersebut menggunakan sikap independen. Terbukti dengan memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan atau perasaan.
  • Berita tersebut bersifat akurat artinya berita tersebut dapat di percaya sesuai dengan keadaan objektif.
  • Berimbang karena di dalam berita tersebut semuapihak yang bersangkutan mendapat kesempatan sama untuk berbicara.