Selasa, 02 Juni 2015

Nama        : Mifta Feizar Erlangga

NIM        : 1402055134



Nama    : Mifta Feizar Erlangga
NIM       : 1402055134
Prodi     : Ilmu Komunikasi B

Analisa berita “Delapan Bocah Tewas di Lubang Bekas Tambang”


Setidaknya delapan bocah tewas di kolam bekas tambang batu bara di Samarinda, Kalimantan Timur hingga saat ini. Korban terakhir bernama Nadia Tazkia Putri di RT 43 kelurahan Rawa Makmur, Palaran. Bocah 10 tahun ini meninggal tenggelam saat berenang di bekas galian tambang di kawasan Palaran Samarinda, Kaltim, pada bulan lalu. Hingga kini lubang maut tersebut masih menganga, menunggu nyawa selanjutnya tanpa tanda-tanda sedikit pun. Lokasi lubang yang berisi air dengan luas sekitar 15 X 20 meter tersebut hanya berjarak puluhan meter dari permukiman warga. Bila dicermati, lubang tersebut tampak dangkal dari kejauhan. Namun menurut warga, bagian dalam kolam tersebut mencapai lebih dari 7 meter. “Dari awal memang  penambangan tersebut sudah mendapat penolakan dari warga, karena lokasi tambang merupakan kebun buah milik warga”. Jelas Basuki Rahmat, Ketua RT 48 Kelurahan Rawa Makmur. Banyak kelalaian yang dibuat oleh perusahaan yang membuat tambang tersebut, dimana mengabaikan ketentuan teknik tambang seperti yang dimuat dalam keputusan menteri ESDM nomor 55/K/26/MPE/1995, diantaranya tidak memasang plang atau tanda peringatan di tepi lubang dan tidak ada pengawasan yang menyebabkan orang lain masuk. Selain kelalaian tersebut beredar juga berita “uang debu” yang diberikan kepada warga hauling agar mendapat perijinan.
 
 
Deskripsi masalah :










                Perusahaan pemilik tambang yaitu PT. ECI seharusnya bertanggung jawab atas kasus yang menimpa perusahaannya. Kasus ini adalah kasus yang bukan main-main apalagi yang menyangkut warga sekitar dimana tempat tambang berada. Kepolisian yang mengorek kasus ini juga semestinya harus bertindak secara cepat dan langsung mempublikasikan kasus tersebut. PT. ECI yang merupakan pemilik konsesi terbesar kedua untuk skala Kuasa Pertambangan (KP) seharusnya lebih berpengalaman dalam mengalokasikan tambang tersebut tanpa harus ada masalah-masalah kecil sekali pun.
 
Argumentasi Saya:





Secara Hukum, jelas sekali banyak peraturan-peraturan yang dilanggar oleh pemilik tambang (PT. ECI). Diantaranya dari penelusuran Jatan Kaltim terlihat bahwa perusahaan tidak mengikuti ketentuan teknik tambang seperti yang dimuat dalam keputusan menteri ESDM nomor 55/K/26/MPE/1995, diantaranya tidak memasang plang atau tanda peringatan di tepi lubang dan tidak ada pengawasan yang menyebabkan orang lain masuk kedalam tambang. Ketentuan atau prosedur seperti ini seharusnya lebih diperhatikan demi mencegah terjadinya kasus seperti di atas. Kasus ini dapat terkait dalam Pasal 359 KUHP dan Pasal 112 UUPPLH. Sebab unsur “barang siapa”, “karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain” yang tercantum dalam Pasal 359 KUHP maupun Pasal 112 UUPPLH “setiap pejabat berwenang”,”tidak melakukan pengawasan”, “terhadap ketaatan penanggung jawab usaha” atau “kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan”, “mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan”, “mengakibatkan hilangnya nyawa manusia”. Selain itu penyelidikan kasus ini juga berlarut-larut tanpa ada kepastian. Jika terjadi penghentian penyidikan perkara ini, mestinya harus sesuai dengan koridor yang telah diatur oleh Pasal 184 KUHP, seprti tidak adanya pengakuan, saksi, surat atau benda-benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana bersangkutan.
 
 
Analisa Berita :












Berkaitan denga etika dan moralitas PT. ECI sangat tidak bertanggung jawab. Dari sumber berita kasus “Delapan Bocah Tewas di Lubang Bekas Tambang” ini saya tidak menemukan informasi bahwa PT. ECI atau yang bersangkutan akan mengganti rugi terhadap para keluarga yang ditinggalkan hanya saja kerana hukum. Meski kasus ini sudah ditangani oleh kepolisian, namun tidak ditemukan bahwa Perusahaan tersebut menunjukkan moralitasnya. Etika dalam peradaannya tambang di Rawa Makmur ini seharusnya diperkuat. Apapun perbuatan yang menyangkutkan orang lain bahkan orang banyak sekalipun, harus ada etikanya untuk menunjyukkan moralitas tersebut. Setidaknya dalam kasus ini Pemkot Samarinda dan perusahaan yang bersangkutan meminta maaf kepada keluarga korban dan mempublikasikannya ke media massa agar citizen tidak beragumentasi negatif terhadap pelaku kasus tersebut.